01 | Kecelakaan Surga Dalam Luka
Malam ini, Luthfi akan berkunjung ke rumah sang pujaan hati untuk melamar gadis yang sudah disukainya selama 3 tahun ke belakang. Bukan usaha yang singkat untuk Luthfi akhirnya mendapat jawaban dari pujaan hatinya untuk dapat menerima dirinya sebagai calon suami. Padahal Luthfi tahu, jauh di dalam hati gadis itu, ada seorang pria yang masih bertahta di sana, tanpa pernah Luthfi tahu siapa orangnya.
Luthfi hanya memiliki harapan, lambat laun ia bisa menjadi pria satu-satunya yang mengisi hati gadis pujaannya.
Nissan Juke yang dikendarai Luthfi akhirnya berhenti di batas garis lampu merah. Matanya kembali melirik ke kursi kosong sampingnya. Kotak merah dan bunga mawar putih itu sebentar lagi akan mengantarkannya selangkah lebih dekat menuju hari pernikahan. Hari yang begitu ia tunggu dan ia nanti selama ini. Hari yang sampai kapan pun akan selalu ia perjuangkan.
Jalanan Jakarta malam ini terbilang cukup sepi. Hanya ada beberapa mobil di sekitarnya, dan jalanan pun tak macet seperti biasanya. Kosong dan lancar. Luthfi bersyukur. Setidaknya ia tidak harus bermacet ria malam ini yang mungkin nantinya malah akan membuatnya terlambat.
Melihat lampu hijau sudah benderang, Luthfi melepas remnya dan menginjak pedal gasnya kembali. Fokusnya yang penuh ke arah depan, membuat Luthfi jelas tak menyadari jika ada mobil CRV berwarna putih yang melaju cepat ke arahnya walaupun lampu untuk jalur itu sudah berubah menjadi merah. Luthfi tidaklah salah. Ia menaati rambu lalu lintas dengan begitu baik.
Waktu seolah berjalan melambat. Luthfi menoleh kepalanya ke kanan. Matanya sontak menyipit saat ada dua lampu mobil yang begitu menyorot terang dirinya yang kini sedang berada di tengah perempatan.
BRAK!!
CRV putih itu berhasil menabrak sisi kanan mobil milik Luthfi dengan begitu kencang. Luthfi merasa dunianya berbalik dan berputar dengan begitu cepat. Ia merasakan tubuhnya seperti terhempas masuk ke dalam jurang dan menabrak sebuah benda panjang dan keras seperti besi.
"Uhuk!!" batuk darah langsung menyembur keluar dari mulut Luthfi. Kental dan warnanya merah segar juga pekat.
Luthfi berusaha membuka kedua matanya. Pandangannya buyar dan berbayang. Ia tak lagi dapat melihat apa pun lagi selain kepulan asap putih yang membumbung tinggi keluar dari kap depan mobilnya. Kaca depan mobilnya retak dan beberapa pecahan kacanya menancap di permukaan kulit Luthfi. Rasa sakitnya sudah tak tergambarkan lagi.
Darah mengalir deras dari kanan kepalanya. Tubuhnya tak dapat bergerak sedikit pun karena badan mobil yang menghimpit tubuhnya. Rasanya, kedua kakinya itu mau patah karena bagian rem dan juga kopling mobilnya yang penyok itu menjepit kedua kakinya di bawah. Luthi tak dapat melakukan apa pun lagi selain merintih sakit dan juga memohon pertolongan dari siapa pun yang mendengarnya.
"Mas!"
Dengan napas kasar yang sudah mulai tersengal berat, Luthfi masih dapat mendengar suara dari orang di sekitarnya.
"Mas! Bisa buka pintunya nggak?!" seorang pria paruh baya yang melihat mobil Luthfi terguling hampir 20 M dari lokasi kejadian langsung membuatnya menepikan mobilnya dan segera turun untuk melihat kondisi korban yang terlibat kecelakaan.
Kaca mobilnya terus digedor, tapi Luthfi tak dapat melakukan apa pun. Tubuhnya seakan lumpuh. Tak mampu ia menggerakkannya, bahkan jemarinya sekalipun.
"Cepat panggil ambulance! Ada orang sekarat di dalam mobil!!" teriak pria paruh baya tersebut. Kini mobil Luthfi telah dikerubuni oleh banyak orang. Ada yang penasaran, kasihan, khawatir, ingin mengabadikan momen mengerikan yang baru saja terjadi di depan mata kepala mereka, ada juga yang hanya ingin melihat, tapi tidak tahu harus berbuat apa.
"Mobil pelaku juga sekarat!!" teriakan lantang itu menggema dengan radius 10 meter dari posisi mobil Luthfi saat ini yang kondisinya sangat mengenaskan.
"Pelaku bersama seorang perempuan! Kondisi keduanya juga terluka parah!"
Kondisi di perempatan jalan besar itu mendadak semakin membuat bulu kuduk meremang. Seolah saat ini sedang terjadi adegan tabrakan dalam film aksi yang mengerikan.
Tak lama setelahnya datang beberapa mobil patroli polisi juga dua mobil ambulance yang seketika berpencar. Sebagian polisi mengecek tempat kejadian perkara berdasarkan kesaksian para pengguna jalan lainnya, sedangkan polisi yang lain membantu evakuasi korban kecelakaan bersama tim medis dari rumah sakit terkedat.
Luthfi meringis kuat saat merasakan kakinya yang sedang berusaha ditarik oleh para petugas. Rasanya bukan hanya sakit, perih, dan ia merasa kakinya mungkin akan putus saat itu juga.
"Berhasil!" seru salah satu perawat yang akhirnya berhasil mengeluarkan kaki Luthfi yang terjepit setelah percobaan selama hampir 15 menit.
Baik Luthfi, ataupun pihak dari mobil yang membuat semua kecelakaan ini terjadi sama-sama dievakuasi. Luthfi dimasukkan ke dalam ambulance yang berbeda dan langsung dilarikan ke rumah sakit segera. Untungnya dari kecelakaan itu tak membuat kecelakaan beruntun. Hanya mobil Luthfi yang ditabrak.
"Tanda vitalnya semakin melemah. Ini bahaya. Pendarahan di kepala juga tidak bisa dihentikan lagi. Kita harus segera membawanya ke ruang operasi atau nyawanya akan semakin dalam bahaya."
Luthfi masih bisa mendengar sayup-sayup suara dokter juga perawat di sekelilingnya. Matanya masih bisa terbuka sedikit demi sedikit. Memperhatikan dengan pandangan yang buram kalau ada orang yang sedang melakukan perawatan di tubuhnya. Kepalanya di perban. Hidungnya dipasang selang bantu pernapasan. Kancing bajunya sudah terlepas, dengan bagian dadanya ditempeli alat bantu untuk membantu hidupnya bertahan lebih lama.
Sekali lagi, Luthfi merasakan penyesalan dalam hidupnya. Ini adalah penyesalannya yang ketiga dalam hidup. Dan entah kenapa, Tuhan seakan senang mempermainkannya dalam lubang penyesalan yang sama berkali-kali.
Sosok gadis yang hingga detik ini masih bisa Luthfi bayangkan rupa wajahnya. Lekuk garis indah senyumnya. Hijab yang membungkus kepalanya. Tutur kata yang santun dari bibirnya. Semuanya tentang satu orang gadis. Gadis yang hingga saat ini selalu Luthfi simpan namanya dalam hati.
Dunia terasa tidak adil. Bisakah Tuhan memberikannya kesempatan kedua? Bisakah Tuhan memerintahkan pada sang malaikat untuk sedikit berbaik hati tak mencabut nyawanya? Bukannya apa, hanya saja Luthfi merasa jika hidupnya sudah tidak akan lama lagi.
Ia ingin menemui gadis pujaannya terlebih dahulu. Menyampaikan salam perpisahan. Mengatakan sekali lagi tanpa rasa bosan, bahwa ia sangat mencintai gadis itu. Ia ingin mengajak gadis itu untuk menikah dengannya. Ia ingin menjadikan wanita itu satu-satunya bidadari tak bersayap dalam hidupnya.
Ia berharap, setidaknya gadis itu menyimpan secuil perasaan padanya.
"Dok, tekanan darahnya semakin melemah..."
"Siapkan defibrilator."
"Arraya... Aku mencintaimu..."
Luthfi memejamkan kedua matanya. Kini, ia sudah tak lagi dapat merasakan sakit. Tubuhnya terasa melayang hingga semua rasa sakit yang ia rasakan menguar pergi satu-persatu. Dokter dan perawat terus mengupayakan kelangsungan hidup Luthfi, namun takdir Tuhan tetaplah yang nomor satu. Tak akan pernah ada yang menandingi kuasa-Nya, termasuk dalam hal menghidupkan dan mematikan manusia.
Assalamu'alaikum!
Haii... Jumpa lagi kita ❤
Berikan vote dan kesan pertama kalian untuk prolog cerita ini
TAMAT : 17 Mei 2020
REVISI : 9 Juni 2020
Saat revisi ini, aku baru merasa merindingnya ngebayangin kejadian tabrakan Luthfi
°Jazakumullah ya Khair°
Komentar
Posting Komentar