50 | Bahagia itu Ikhlas

Surga Dalam Luka

Gak sadar, kalau ternyata sudah sebulan SDL gak update.... 
Hehe maafkan :')

Pada kangen gak nih??

Happy Reading

Waktu sudah bergulir 10 menit, tapi Adnan masih betah memandangi wajah cantik istrinya yang sedang tertidur. Adnan mengusap pipi Arraya dengan lembut. Jemarinya menyusuri tiap inci wajah istrinya. Tangannya terus bergerak turun hingga ke permukaan perut Arraya.

Saat ia seolah merasakan ada kehidupan di dalam sana, Adnan tersenyum haru. Ia masih tidak menyangka adanya malaikat kecil yang kini telah tumbuh memasuki bulan ketiga.

Adnan mencium kening Arraya dengan lembut. "I love you," ucap Adnan dengan suara rendahnya berbisik di telinga Arraya. Ingin terus berada di bawah selimut bersama sang istri, tapi Adnan harus bangun untuk melaksanakan solat tahajud. Berkat Arraya, kini Adnan jadi lebih sering melaksanakan solat tahajud.

Selesai berwudhu, Adnan langsung menggelar sajadahnya. Ia memakai baju muslim berwarna putih dan sarung yang selalu Arraya siapkan di dalam lemari. Takbir pertama yang ia agungkan untuk Sang Arsy membuat dadanya bergetar tak menentu. Adnan bersyukur masih diberikan kesempatan pagi ini untuk beribadah.

Menikahi Arraya, banyak sekali memberikan perubahan pada diri Adnan. Dengan menikahi Arraya, Adnan mampu memahami konsep takdir yang Allah beriksan adalah selalu yang terbaik untuk setiap hamba-Nya. Dengan menikahi Arraya, Adnan mampu merelakan masa lalunya yang pernah menyakiti hatinya. Dengan menikahi Arraya, Adnan mampu mengubah hati kerasnya. Dengan menikahi Arraya, Adnan mampu belajar menjadi suami yang baik.

Selesai tahajud, Adnan membuka mushaf Al-Qur'an miliknya yang ia dapatkan dari Arraya. Ia membuka surat Al-Baqoroh. Adnan kembali mengulang apa yang pernah ia pelajari bersama Arraya. Dengan perlahan Adnan mencoba membuka ingatannya dan membacanya dengan seksama.

Mendengar lantunan ayat suci dari Adnan, Arraya membuka kedua matanya perlahan. Ia memegang perutnya yang tiba-tiba kembali merasa tegang. Sejak ia pernah jatuh di kamar mandi waktu lalu, kehamilan Arraya memang jadi harus serba hati-hati. Kegiatannya harus banyak dibatasi dan Arraya tidak boleh sampai kelelahan jika ingin bayi di kandungannya selalu sehat.

"Mas Adnan ...," panggil Arraya pelan.

Adnan yang hampir selesai di ujung bacaannya, langsung buru-buru menyelesaikan ketika ia mendengar suara istrinya memanggil. Adnan berdiri dan duduk di tepi ranjang. Tangannya membantu menyingkirkan beberapa rambut istrinya yang menutupi wajah cantiknya.

"Maaf, Mas terlalu berisik ya bacanya?"

Arraya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku malah bangun biar bisa denger suara Mas Adnan ngaji."

"Sayang, kamu tau nggak?"

"Apa, Mas?"

"Aku udah hafal 20 ayat surat Al-Baqoroh, loh ...."

Arraya tersenyum lebar. "Oh, ya?" tanyanya yang mendapatkan jawaban anggukan kepala dari suaminya.

"Alhamdulillah, Mas hebat ih. Kalau yang udah Mas hafal Mas ulangi terus, nanti pasti akan semakin lancar hafalannya. Sambil Mas menyiapkan hafalan yang baru, Mas harus terus mengulang hafalan sebelumnya, biar nggak lupa."

"Iya, Sayang," kata Adnan dengan meninggalkan kecupan singkat di ujung hidung Arraya.

Arraya kembali tersenyum, namun berselang beberapa detik kemudian Arraya menunduk sambil meringis karena merasakan perutnya yang kembali sakit.

"Kenapa, Ra? Ada yang sakit?"

"Perut aku, Mas ... kayaknya keram lagi, deh."

"Kamu tunggu sini, biar Mas ambilin air hangat dulu untuk kamu."

Arraya mengangguk menurut. Tak lama kemudian Adnan kembali ke kamarnya dengan membawa segelas air hangat untuk Arraya. Usai meminumnya, Arraya merasa jauh lebih baik, di tambah tangan Adnan yang sejak tadi mengusap permukaan perut Arraya yang masih datar. Berharap sang malaikat kecil yang ada di dalam perut mau membantu ibunya agar tidak terlalu merasakan sakit.

"Makasih, Mas. Aku mau solat tahajud dulu."

"Kuat berdiri?"

"Kuat, Mas," kata Arraya dengan mendengus geli, mendengar suara suaminya yang terdengar sedikit panik dan takut.

"Mas temenin wudhunya, yuk?"

"Nggak usah, Mas sayang. Aku bisa sendiri."

"Ya udah kalau gitu aku buatin susu untuk kamu, ya? Sekalian tambah nutrisi buat umi juga bayinya."

Arraya terkekeh bahagia. "Iya, nanti selesai solat aku minum."

"Mau puding juga, nggak? Puding yang semalam kita buat sama-sama, kan, belum kamu makan."

"Iya, boleh."

"Kalau gitu kiss dulu," pinta Adnan dengan memajukan wajahnya.

Cup!

Mata Adnan langsung membentuk bulan sabit sangking senangnya mendapat ciuman singkat pagi hari dari orang yang ia cintai.

鹿鹿鹿

Arraya tersenyum geli saat kembali mendapati Adnan yang memperhatikannya lekat. Makanan Adnan bahkan belum tersentuh, tapi lelaki itu malah terus-terus menatapnya lekat yang sedang memakan sepiring buah.

"Sarapan, Mas. Jangan liatin aku terus."

"Nggak bisa. Kamu kayak ada magnetnya gitu. Nggak bisa bikin mata Mas beralih walau sedetik."

Bi Ira yang mendengar pembicaraan sepasang suami istri itu ikut mendengus geli lantas berkata, "Oalah, Den, gombalane bikin Bibi merinding. Persis sinetron FTV."

"Ish, Bibi, nih! Komen aja, sih! Lagian yang saya gombalin kan istri saya, bukan Bibi. Ya, kan, sayang?" Adnan kembali menatap Arraya.

Arraya tertawa dan mengangguk untuk menyenangkan hati suaminya.

"Tuh, Bi, denger. Arraya justru seneng kalau saya gombalin, soalnya kan dapet pahala. Ya, kan, sayang?"

"Iya, Mas. Udah ih, Mas harus sarapan. Jangan perhatiin aku mulu. Mas kan harus berangkat kerja sebentar lagi."

"Mas nggak usah kerja aja deh hari ini. Mas di rumah aja."

"Nggak boleh gitu. Mas kan punya tanggung jawab besar. Masa pemimpin meninggalkan tanggung jawabnya seperti itu?"

"Ada Anton yang bisa back-up kerjaan aku, Sayang."

"Walaupun dia bisa, tapi Mas tetap pemimpinnya, dan Mas adalah orang yang bertanggung jawab. Jangan mengalihkan tanggung jawab Mas pada orang lain, lagi pula aku di rumah kan sama Bibi, Mas. Aku nggak akan kenapa-napa, insyaAllah."

Adnan menghela napas panjang. Karena kehamilan Arraya yang sangat sensitif dan terus membuat Arraya mual hingga lemas, Adnan jadi sering tidak tega meninggalkan istrinya itu.

"Nanti siang, agenda pamitan di kantor kamu, jadi?"

Arraya yang telah menelan kunyahan apelnya langsung mengangguk. "Kemarin aku sudah bilang sama atasan aku, kalau siang ini aku mau ke kantor untuk pamitan. Nggak enak, karena waktu itu juga belum sempet pamitan secara resmi. Sekalian aku udah pesen makan siang untuk temen-temen departemen."

"Kamu mau pergi jam berapa?"

"Jam 10 mungkin, Mas."

Adnan melirik jam tangannya, dan berpikir sejenak. "Oke, nanti jam 10 Mas jemput kamu di rumah, ya. Mas akan temenin kamu perpisahan, sekalian memperkenalkan diri sebagai suami Arraya Kirania dan calon abi dari bayi yang ada di perut Arraya Kirania."

Arraya tertawa mendengar bagaimana Adnan mengatakannya dengan mata berbinar. "Boleh, tapi nggak ganggu kerjaan Mas, kan?"

"Nggak, sayang. Lagi pula cuma ditinggal sampai makan siang aja, kok."

"Ya udah kalau gitu, jam 10 aku tunggu Mas di sini ya."

Adnan mengangguk senang. Ia langsung melahap sarapannya agar bisa segera berangkat kerja dan kembali untuk menjemput Arraya jam 10.

鹿鹿鹿

Begitu Arraya dan Adnan telah memasuki lobi kantor Arraya, Adnan langsung menggenggam erat tangan Arraya. Arraya menolehkan kepalanya dan menemukan Adnan yang menatapnya dengan tersenyum. Arraya ikut tersenyum karenanya. Keduanya tidak membuang waktu dan langsung menaiki lift untuk naik ke tempat bagian Arraya bekerja.

"Di kantor ini kamu paling deket sama siapa, Ra?"

"Yang deket? Maksud Mas, temen?"

"Iya, ada nggak? Kalau ada, apa sudah pamitan?"

Arraya tersenyum. "Nggak ada. Aku nggak pernah deket sama siapa pun di sini, Mas. Nggak pernah nemu yang cocok untuk bisa aku jadikan temen. Temen aku ya dari dulu cuma satu, Alya aja."

Adnan tertawa renyah. "Sekarang kan temennya udah nambah jadi 2."

"Kok 2?"

"Mulai saat ini Mas juga akan berperan sebagai teman dan sahabat kamu. Jadi kalau kamu mau curhat tentang suami kamu, kamu bisa curhat sama Mas."

Arraya sontak tertawa mendengarnya. "Curhat sama Mas tentang suami aku ke kamu yang kuanggap sebagai temen bukannya sama aja bohong?"

Pertanyaan Arraya membuat Adnan ikut terkekeh. "Iya juga sih, ya, hehehe ...."

鹿鹿鹿

Setelah menemani Arraya pamitan dengan rekan-rekannya sekaligus untuk memperkenalkan diri, Adnan pamit sebentar untuk pergi ke toilet.

"Arraya itu yang waktu itu mau dinikahin Pak Luthfi, kan?"

"Eh, iya, bener. Nggak nyangka ya, sekarang dia malah berani bawa suaminya ke sini."

"Bener-bener nggak tau malu."

Adnan yang jelas mendengar bisik-bisik itu langsung mengerutkan keningnya bingung saat tiga orang perempuan di depannya membicarakan istrinya dengan terang-terangan.

"Gue juga yakin kalau Arraya itu nggak lebih dari sekedar ngambilin harta suaminya yang sekarang. Dari penampilannya aja jelas, kalau suaminya itu orang kaya."

"Iya, palingan setelah suaminya mati, dia langsung nikah lagi."

"Parah banget emang cewek model kayak dia. Alim doang luarnya, dalemnya busuk."

"Apa?" gumam Adnan pelan. Ia tersenyum miris dan mengepalkan tangannya erat.

Berani-beraninya 3 orang perempuan itu menjelek-jelekkan istrinya seperti itu. Padahal tadi, di depan Arraya, jelas-jelas 3 perempuan itu bahkan tersenyum lebar dan menunjukkan keakrabannya dengan Arraya. Ternyata itu semua hanyalah topeng kepura-puraan.

Dengan tangan terkepal erat, Adnan berniat untuk menyelesaikan urusannya dengan ketiga perempuan itu. Tetapi baru selangkah Adnan melangkah ke depan, sebuah tangan yang menggenggam erat tangannya dari belakang membuat Adnan berhenti dan melihat Arraya yang berdiri di belakang tubuhnya.

"Ra ...."

Arraya tersenyum kecil. "Nggak usah ditanggapin, Mas. Lebih baik ayo kita pulang sekarang. Mas kan, harus kembali ke kantor."

Begitu Arraya menarik tangan Adnan agar menjauh, Adnan menolak dan tetap berdiri di tempat semula. "Kamu tau kan, kalau semua yang mereka ucapin itu sangat keterlaluan?"

"Aku tau," jawab Arraya.

"Terus kenapa kamu diem aja? Ucapan mereka bener-bener keterlaluan. Mereka bahkan nggak tau apa-apa, tapi malah menyimpulkan yang tidak-tidak. Mas nggak terima, Ra. Mereka harus diberi pelajaran."

Arraya menatap kedua netra pekat milik Adnan. Tangannya semakin menggenggam erat tangan Adnan. "Nggak semua hal selesai dengan pembalasan, Mas. Lagian, coba Mas pikir deh, memangnya dari mana sampai mana yang mau Mas ceritakan ke mereka biar mereka tau hal yang sebenarnya?"

"Setidaknya biarkan mereka tau kalau sifat kamu nggak seperti itu, Ra."

"Untuk apa mereka tau hal yang sebenarnya, Mas? Lalu ketika mereka tetap tidak percaya apa yang Mas sampaikan, bagaimana? Lebih baik kita pulang, dan nggak usah buang-buang waktu seperti ini."

鹿鹿鹿

Adnan mendengus sebal saat melihat istrinya yang malah berdiri tenang di sampingnya, sedangkan ia rasanya masih begitu marah pada ketiga perempuan tadi yang menggunjingkan istrinya.

"Ra ...."

Arraya langsung menoleh begitu suaminya memanggil. "Apa Mas?" tanyanya.

"Ra, maafin Mas, ya? Ini semua salah Mas ... kalau aja malam itu Mas bawa mobilnya lebih hati-hati lagi, mungkin Mas nggak akan pernah nab-"

"Mas ...," potong Arraya sebelum Adnan menyelesaikan kalimatnya. "Jangan omongin hal itu lagi, ya? Semuanya sudah berlalu, Mas Luthfi juga pasti sudah bahagia di sisi Allah. Aku nggak mau lagi inget kejadian malam itu, Mas."

Melihat Arraya yang sudah berkaca-kaca hanya karena membicarakan Luthfi, langsung membuat Adnan memeluk tubuh Arraya. "Maaf, Ra ...."

Membicarakan Luthfi hanya akan kembali membuka kesdihan yang sampai saat ini memang masih sangat membebani Arraya. Perasaan bersalahnya, rasa sedihnya, penyesalannya, semuanya masih ia rasakan jika nama Luthfi kembali melintas di pikirannya.

Arraya terkekeh kecil. Ia menjauh lantas memukul dada Adnan pelan. "Kita lagi di lift, Mas. Malah baper-baperan kayak gini ih," keluh Arraya yang langsung membenahi letak kerudungnya.

Melihat Arraya tertawa, Adnan ikut tertawa. "Oh iya lupa," kata Adnan. Tangannya langsung merangkul bahu Arraya mendekat ke sisinya.

"Mas, deket sini ada restoran yang enak banget, loh."

"Oh ya? Kamu mau makan di sana?"

"Iya, mau. Traktir, ya, Mas?" pinta Arraya dengan mengeluarkan senyum manisnya untuk usaha membujuk.

"Pasti dong, buat calon Umi dan calon dede bayi, masa nggak?"

Keduanya kompak tertawa, hingga tak sadar lift sudah sampai di lantai 1. bertepatan dengan pintu lift yang terbuka lebar, langkah Arraya mendadak berhenti karena muncul kehadiran Muaz yang berdiri di depan pintu lift.

"Pak Muaz?"

Adnan langsung membawa Arraya keluar dari lift, sementara tangannya tetap merangkul bahu Arraya, apalagi saat ia membalas tatapan mata Muaz yang tadi sempat menatap matanya beberapa detik.

"Arraya ... kamu di sini?"

"Iya, Pak. Tadi saya diantar suami pamitan sama rekan-rekan kantor. Saat saya resmi resign, saya belum sempat pamitan soalnya."

Muaz menundukkan kepalanya seraya mengangguk kecil. Akhirnya hatinya mau mengakui apa yang dipikirkan kepalanya, ia memang tidak boleh melangkah lebih jauh lagi untuk mendapatkan Arraya. Ia memang harus berhenti mengharapkan sesuatu yang jelas-jelas tidak diperbolehkan dalam agama.

"Baik kalau begitu, saya duluan ya, Ra. Semoga kamu selalu baik-baik saja ke depannya."

"Terima kasih banyak ya, Pak Muaz. Bapak juga sudah banyak membantu saya selama ini."

Muaz tersenyum tipis. Ia cukup senang melihat raut wajah Arraya yang kini sangat jelas tergambar. "Sama-sama. Saya pamit sekarang, assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

"Mmm, Pak Muaz!" kali ini yang memanggil bukanlah Arraya, melainkan Adnan. Muaz menghentikan langkahnya dan kembali memutar tubuhnya. Muaz menatap lurus netra hitam milik Adnan di depan sana.

"Ini sudah jam istirahat, bagaimana kalau kita makan siang bersama?" tawar Adnan dengan memberikan seutas senyum tipisnya pada Muaz.

鹿鹿鹿

Arraya memilih restoran favoritnya yang terkadang ia kunjungi saat makan siang. Setelah memilih menu kesukaannya, Arraya pemisi untuk ke toilet sebentar. Meninggalkan Adnan dan Muaz yang diam seribu bahasa.

"Hmm, Pak ...." Adnan tidak jadi melanjutkan ucapannya begitu merasa aneh dengan panggilannya barusan. Ya memang sedikit aneh, mengingat dari umurnya dan Muaz tidaklah terpaut jauh. Tapi karena bingung ingin memanggil apa, akhirnya Adnan malah mengikuti cara Arraya memanggil Muaz.

"Panggil saja saya Muaz. Saya rasa kita juga seumuran," kata Muaz dengan menatap Adnan sekilas yang kemudian beralih menatap yang lain. 

Adnan tersenyum kecil. "Muaz," ulangnya. "Saya mau ngucapin banyak terima kasih karena beberapa kali sudah membantu istri saya. Saya juga mau banyak minta maaf atas segala kesalahan saya dan sikap kasar saya yang pernah saya lakukan pada Anda."

Muaz tersenyum kecil. "Saya juga mau banyak minta maaf. Untuk sesaat saya merasa bingung, dan jadi tanpa sadar banyak memikirkan Arraya padahal dia sudah punya suami."

"Saya tau, semua itu Anda lakukan karena pesan sahabat Anda," ujar Adnan yang seolah mampu membaca hal yang ingin dikatakan Muaz berikutnya. "Arraya pernah cerita sama saya, kalau calon suaminya yang dulu menginginkan dirinya bahagia."

Muaz membalas tatapan lurus Adnan. Keduanya saling terdiam berikutnya. Hanya tatapan yang seolah sudah menjelaskan dan menjawab semua salah paham di antara mereka.

鹿鹿鹿

"Ra ...."

Arraya yang tadi senyum-senyum sendiri saat memperhatikan suaminya sedang membayar menu makan siang mereka mendadak menoleh saat suara Muaz memanggil.

"Ya, Pak?"

"Boleh saya tanya sesuatu?" tanya Muaz. Arraya mengangguk mengiyakan.

"Apa kamu bahagia sekarang?"

Mendengar pertanyaan itu, Arraya sontak terdiam beberapa detik. Namun berikutnya ia tersenyum manis hingga memperlihatkan jajaran gigi putihnya. Arraya mengangguk semangat tanpa beban. Itu adalah pertanyaan yang pernah diajukan oleh Muaz saat ia dan Adnan masih sering bertengkar soal pernikahan mereka.

"Sangat bahagia," kata Arraya sambil mengucap syukur dalam hati.

Muaz ikut tersenyum mendengarnya. "Alhamdulillah, saya senang mendengarnya."

"Ra?"

Adnan yang muncul langsung menghentikan kelanjutan percakapan antara Arraya dan Muaz.

"Mau pulang sekarang? Soalnya tadi Mas ditelepon untuk meeting di kantor."

"Oh, mau meeting? Ya udah kalau gitu ayo kita pulang sekarang. Aku udah siap kok, Mas."

"Terima kasih untuk traktiran makan siangnya ya, Adnan, Arraya."

Adnan dan Arraya kompak mengangguk santai menanggapi ucapan Muaz. Mereka bertiga keluar bersamaan dari restoran.

"Muaz!"

Adnan berteriak memanggil nama Muaz yang hendak masuk ke dalam mobil pribadinya.

"Kami ingin memberi kabar bahagia, kalau Arraya saat ini sedang hamil."

Muaz sontak membuka sedikit mulutnya kala mendengar kabar mengejutkan barusan. Ia terdiam tanpa berkomentar untuk beberapa saat, namun berikutnya ia memberikan senyumnya pada kedua pasangan suami-istri itu.

"Alhamdulillah, selamat untuk kalian berdua," ujar Muaz tulus yang kemudian pergi masuk ke dalam mobilnya.

Begitu Adnan menolehkan kepala, ia masih mendapati Arraya yang tatapannya masih ke depan, seolah masih mengantar kepergian Muaz barusan melalui tatapan matanya.

"Ra ...."

"Hm?" gumam Arraya seraya menoleh.

"Kamu bengong?"

Arraya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Aku habis doain Pak Muaz di dalam hati, Mas."

"Doain apa?"

"Aku berharap Pak Muaz bisa segera menikah dan menemukan kebahagiannya sendiri. Pak Muaz itu orang yang baik, dan nggak pernah jahatin orang. Orang seperti Pak Muaz, pasti akan Allah kasih pasangan yang baik, kan, Mas?"

Adnan tersenyum. Tangannya menangkup kedua pipi istrinya dan mengusapnya perlahan. "Pasti, insyaAllah akan Allah kasih yang terbaik. Mas bersyukur, kamu masih dikelilingi orang yang baik seperti dia, Ra. Mas juga banyak berhutang dengan dia, dia banyak bantu kamu di saat Mas nggak ada untuk kamu. Mas menyesal pernah mengabaikan kamu, dulu."

Arraya balas tersenyum. Ia menggenggam tangan suaminya erat. "Sekarang kita hanya perlu melangkah ke depan, kan, Mas? Perbaiki semua masa lalu, dan bangun masa depan dengan lebih baik?"

Adnan mengangguk. Ia meraih puncak kepala Arraya dan mengecup kening Arraya untuk beberapa saat. Semua yang sudah terjadi di masa lalu, tidak akan pernah Adnan biarkan kembali terjadi di masa depan. Semua penyesalannya, semua sifat arogan, egoisnya, dan kekeras kepalaannya, Adnan akan meninggalkan semua itu di belakang. Ia tidak akan lagi sekedar berjanji untuk memperbaiki semuanya kembali, ia memang berusaha keras untuk semua itu.

TAMAT, kan?鹿

Hai! kita lama gak ketemu ya hehehe.
Makasih untuk yg masih mau mampir ❤

NB : CERITA INI SEDANG DALAM MASA REVISI TOTAL. PERUBAHAN ALUR DAN PENYEMPURNAAN CERITA HANYA AKAN ADS DI VERSI NOVEL. JADI SILAKAN NABUNG DULU DARI SEKARANG, KARENA INSYAALLAH KALIAN TIDAK AKAN MENYESAL PELUK BUKU SDL ❤

Jazakumullah ya Khair ❤

TAMAT : 17 MEI 2020

REVISI : 14 NOVEMBER 2020


Komentar