10. Bahagia berselimut luka

Disudut kota disebuah ruangan bercat putih, segala macam buku tersusun rapi, tampak indah. Disana terselip rasa duka yang masih belum tersembuhkan meski menjauh untuk meninggalkan. Jika sudah menjadi fitrah seorang manusia untuk jatuh cinta. Lantas apa mempertahankan tetap mencintai itu pun juga fitrah, meski semua orang bahkan logika sendiri mengatakan untuk berhenti. Jelas disini yang berkuasa adalah hati beserta ego yang besar. Tidak ada yang mampu mengalahkan ego itu saat seorang jatuh cinta dengan yang tak mampu dimilikinya. Kerabat, sahabat, teman dekat, bahkan agama diabaikannya demi memuaskan hasrat dirinya.

"Kau munafik!" desis seorang wanita menatap muak orang yang sekarang duduk santai membaca buku dihadapannya.

"Aku tau itu."

Wanita itu menghela napas panjang, menarik nafasnya menghirup oksigen, rasanya sangat sesak. "Lihatlah bahkan kamu berubah. Mana sopan santunmu, mana agamamu. Jangan menjadi wanita jahiliyah, Nay."

"SADAR! HARUS BERAPA KALI AKU HARUS MENGATAKAN SADAR KEPADA WANITA GILA DIHADAPANKU INI!?"

Meira memejamkan matanya menatap sahabatnya itu telah tak memiliki hati nurani.

"Ikhlaskan Nay. Dia bukan untukmu. Pergilah. Pergi dari cinta yang selama ini telah dinodai oleh setan, sampai kapan kamu akan terjerumus oleh cinta bernoda hitam itu, sampai kapan kau akan menetap disana Nay. Kumohon pergilah sebelum kau menetap lebih lama disana."

"Khaila Nayyara Zahabiya, kau dengar?" suara Meira sedikit nyaring.

Khaila wanita itu menatapa tajam ke arah Meira, tatapan itu sangat menakutkan tak teduh lagi seperti dulu, yang jika dipandang maka akan tenang melihatnya. Perlahan Khaila menutup buku menyadarkan tubuhnya dikursi menarik nafas panjang.

"Apa kau pernah dengar kisah dua anak manusia yang saling mencintai dalam diam rasa cinta itu mereka balut dalam kalimat doa membiarkan pencipta bertindak untuk mengabulkan, apa kau tau?" Khaila bertanya dengan tenang. "Namun nyatanya malah tak dibersamakan. Ciihh apa itu adil? Aku telah banyak membaca kisah fiksi tentang dua manusia mencintai dalam diam yang akhirnya dibersamakan bahkan aku mendengar kisah yang sama itu juga dari kisah Ali dan Fatimah."

"Semua kisah itu hanya membuatku membangun sebuah istana pengaharapan yang berakhir dihancurkan, kau tahu itu? Hah! Aku mencintai dia kurasa kau tahu, tapi pada akhirnya aku dan dia tak dibersamakan meski kami saling mencintai. Apa itu adil? Apa kisah lama itu masih dapat kupercaya? ITU SEMUA TAK ADIL UNTUKKU MEIRA!"

"Kau lihat aku yang selama ini mendoakannya mencintainya, tapi kenapa Allah malah menyadingkan dia dengan orang yang tak pernah menyapanya sebelum aku sedekat aku. KENAPA? ALLAH ITU TIDAK ADIL MEIRA!!!" Khaila berteriak segala amarahnya ia keluarkan begitu lepas.

"NAYYARA TARIK UCAPANMU!" sungut Meira tak terima. Bergetar terkejut hati Meira mendengar kalimat yang seumur hidup tak pernah ia ucapkan dan ia dengar dari sahabatnya. Sahabatnya yang dulu sholehah. Tapi lihatlah sekarang. Karena cinta wanita itu seperti tak berakal.

"KENAPA? KAU MARAH? SILAHKAN SAJA. TAPI JANGAN PERNAH MENGATAKAN BAHWA UCAPANKU ITU SALAH---"

"BAGAIMANA MUNGKIN AKU MENGATAKAN UCAPANMU ITU BENAR, NAY. SAAT KAMU MENGATAKAN ALLAH TIDAK ADIL. ITU SANGAT SALAH! ISTIGHFAR NAY . . . ."

Khaila tersenyum melihatnya tertawa setelahnya nampak meremehkan. Perlahan ia berjalan kearah jendela berdiri disana menghadap jalan yang ramai dengan gedung-gedung tinggi.

"Allah itu sangat adil. Apa kau ingin aku mengatakan itu? Mulai hari ini kutarik segala ucapanku dulu yang mengatakan Allah itu adil."

"Nay, ingat Nay jangan terpengaruh oleh hasutan setan, kau sudah dibutakan, kembali kejalanmu yang benar Nay. . . ."

"Jalan mana yang harus ku pilih lagi? Kita berteman baru tujuh tahun. Dan kau tak sepenuhnya tahu novel dari kisah seorang Khaila. Kau tak tahu bagaimana gadis kecil Khaila dulu. Kau tidak pernah tahu, bagaimana aku dulu, sesungguhnya aku tak jauh berbeda dari sekarang tersenyum dibalik air mata. Apa kamu tahu Khaila yang kamu kenal ini dulunya mempunyai teman air mata. Apa kau tahu? Aku selalu menangis. Aku selalu dibedakan, aku selalu direndahkan, aku selalu dituduh, aku selalu dimarahi, aku yang selalu diperintahkan minta maaf meski aku tak pernah melakukan kesalahan! Apa kau tahu itu. Dari dulu aku dan Khalisa hanya sama wajah namun kasih sayang kami berbeda, aku selalu disisihkan, apa ini yang disebut bahwa Allah itu adil? Hah!"

"Tidak ada yang peduli dengan air mataku, mereka hanya peduli dengan air mata Khalisa, dan bodohnya aku tidak tahu alasannya kenapa mereka melakukan hal itu. Aku seperti matahari dan Khalisa seperti bintang, aku jauh dari keluargaku, aku jauh dari orang yang kuanggap malaikat. Bertahun-tahun aku mengatakan Allah itu adil, kutanamkan itu didalam hati, Mei. Tapi sekarang aku sudah tak percaya. Allah tak pernah adil padaku. Aku benci semua sandiwara ini."

Khaila tertunduk menutup wajahnya, gumpalan air mata yang selama ini ia tahan akhirnya menetes begitu deras sangat memilukan, wanita itu sangat lemah, amat terluka begitu dalam. Tak peduli bagaimana sekarang reaksi Meira, namun rasanya sekarang Khaila merasa jauh lebih lega, segala topeng ia pakai sekarang ia lepas dihadapan sahabatnya.

Pukul 02.30 berulang kali Khalisa menarik napasnya tersengal, keringat bercucuran diwajahya pucat pasi, matanya menjelajahi sekeliling kamarnya, wanita itu sangat takut. Mimpi buruk itu serasa begitu nyata.

"Kau sudah bangun sayang. Baru saja aku akan membangunkanmu untuk tahajud bersama." Suara lembut itu menyapa pendengaran Khalisa. Namun tak dihiraukan wanita itu tetap diam, ia menunduk takut menutup wajahnya.

Alif memegang bahu Khalisa lembut, memandang lekat penuh kekhawatiran, perlahan ia mengakat wajah gadis itu.

"Ada apa ceritakanlah padaku. Jangan menangis seperti ini. Luka apa yang kau sembunyikan dariku, katakanlah." Ucap Alif begitu lembut, tangannya terulur menghapus buliran air mata dipipi gadis itu.

Khalisa menatap Alif, dengan terluka, matanya merah begitupula hidungnya, isakan tangis terdengar diruangan itu, bibirnya tak mampu bersuara menceritakan semuanya. Alif memejamkan matanya setelahnya membawa tubuh gadis itu kedalam pelukannya, mencoba menenangkan.

"Apa kau mencintaiku . . . ." Khalisa bertanya begitu lirih.

Alif terdiam tak bersuara. Khalisa semakin menangis. Dalam diamnya Alif ikut menangis, karena sesunguhnya melupakan tak semudah yang dibayangkannya, rasa itu sesekali menyapanya.


*****

Khalisa terdiam memegangi perut datarnya entah harus bahagia atau bersedih ia tak tahu. Satu bulan malaikat kecilnya berada di dalam perutnya, dan ia baru mengetahui saat semuanya terasa hancur. Segala mimpi buruk itu terus menghantuinya rasa resah khawatir terus saja menghantui gadis itu.

"Terima kasih sayang." Alif memeluk tubuh mungil Khalisa sangat senang, kabar Khalisa mengandung telah diketahui Alif dan semua anggota keluarga semuanya berucap syukur dan selamat.

Khalisa tersenyum tipis.

"Aku mencintaimu, terima kasih sayang." Ucap Alif lembut, mengecup kening Khalisa begitu tulus. Gadis itu dapat merasakannya.

"Mas..."

"Iya. Kenapa? Kamu mau sesuatu? Katakan aku akan membelikannya." Ucap Alif sangat semangat.

Khalisa tersenyum menggeleng. "Terima kasih mencintaiku mas. Berjanjilah kamu akan tetap menjaga istana kita dengan balutan cinta atas nama Allah. Berjanjilah tak kan ada istana yang lain selain istana yang kamu bangun denganku." Ucap Khalisa.

Alif menatap bingung kearah Khalisa yang sangat berbeda, pria itu tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh istrinya. Namun Alif tetap memilih diam dan mengiyakan apa yang dikatakan Khalisa. "Aku berjanji sayang."

*****

Masih ingatkah tentang kisah dua manusia bernama Agung dan Asih. Kini akhirnya perjuangan cinta Asih telah dilihat oleh Agung. Sempurna sudah harapan gadis itu menjadi nyata. Jika dulu ia mengharapkan sekarang ia mendapatkan. Cinta Agung kepada Asih benar-benar tulus. Terima kasih telah melupakannya tanpa ku perintahkan telah mencintaiku tanpa aku minta, meski aku ingin. Jelas aku sangat sadar diri siapa aku dihati kamu sebelumnya, hanya menjadi pemeran pengganti, saat pemeran utama telah pergi. Namun sekarang bolehkah jika aku mengatakan bahwa akulah sang pemeran utamanya dalam kisah cintamu. Meski pelangi telah tiba. Luka dan air mata tak kan berhenti menyapa untuk menguji hati manusia.

Khalisa tersenyum menatap tulisan yang ada dilayar laptop. Kemudian menutup laptopnya menyudahi kisah yang ia tulis. Perempuan itu tersenyum mengingat setiap kalimat manis dari sang suami, tadi siang.

"Bukankah sudah kukatakan, dik Ica. Bahwa istana kita ini akan ramai. Tak sia-sia aku membuat lima buah kamar." Alif terus saja berbicara sesekali bergura, Khalisa tersenyum sesekali ikut tertawa hanyut dalam cerita yang dibuat oleh Alif.

"Aku berjanji mulai hari ini aku akan menceritakan kisah-kisah hebat dari para Nabi dan Rasulullah serta sahabat-sahabatnya, aku akan menceritakannya padamu dan juga anak kita." Ucap Alif begitu antusias. "Katakan kau ingin aku menceritakan kisah apa?"

Khalisa tersenyum mendengarnya. "Untuk saat ini tidak ada, mungkin nanti."

Alif mengerucutkan bibirnya terlihat seperti kecewa ditolak secara halus. Namun hal itu tak akan lama karena telah diganti kembali dengan senyuman. Pria itu mengadahkan kepalanya kebawah tepat didepan perut sang istri, pelan Alif mengusap perut datar milik Khalisa.

"Apa kamu mau mendengar suatu kisah hebat dari para Nabi dan Rasul, nak?" tanya Alif tepat diperut Khalisa. Khalisa yang melihat itu tersenyum, wajah gadis itu tampak bersemu merah mendengarnya.

"Hm, Ayah sudah duga. Kamu pasti ingin mendengarkan kisah tentang Nabi Yusuf. Baiklah Ayah akan menceritakannya untukmu."

Alif menatap Khalisa keduanya saling bertatapan lalu tersenyum kedua hati itu sedang dalam keadaan bahagia.

"Kau dengar sayang, buah hati kita menginginkannya. Jadi jangan cegah Mas buat menceritakannya." Ucap Alif. "Berbaringlah dan tidurlah aku akan menceritakannya untukmu dan buah hati kita."

Khalisa mengangguk menuruti perintah Alif. Gadis itu sudah siap mendengarkan. Alif duduk disamping Khalisa mengusap pucuk kepala Khalisa lantas mulai bercerita.

Kisah Nabi Yusuf as. termaktub dalam Alqur'an surat Yusuf. Menceritakan tentang Nabi Yusuf yang merupakan anak Nabi Yakub, parasnya yang tampan membuat saudara-saudaranya menjadi iri. Apalagi Nabi Yusuf merupakan anak kesayangan Nabi Yakub. Suatu malam, Nabi Yusuf bermimpi melihat 11 bintang, bulan dan matahari bersujud kepadanya. Ketika Nabi Yusuf menceritakan mimpi tersebut kepada ayahnya, Nabi Yakub menyuruh Yusuf untuk tidak menceritakan mimpi tersebut kepada siapapun. Nabi Yakub mengatakan, arti mimpi itu ialah bahwa suatu hari Yusuf akan menjadi orang besar dan semua anggota keluarga termasuk ayah, ibu dan kesebelas saudaranya akan tunduk hormat terhadapnya.

Akan tetapi, kecemburuan saudara-saudra Yusuf tidak bisa lagi terbendung. Hingga mereka membuat rencana untuk melenyapkan Yusuf selama-lamanya. Dengan dalih mengajaknya pergi menggembala, Nabi Yusuf dibuang ke sumur oleh saudara-saudaranya. Kemudian, saudara-saudara Yusuf pulang dan menyampaikan pada Nabi Yakub bahwa Yusuf tewas dimakan serigala. Nabi Yakub sangat berduka karena kehilangan Yusuf, ia menangis selama berhari-hari hingga matanya menjadi buta. Sementara itu, Yusuf yang berada di dalam sumur tetap hidup berkat lindungan Allah SWT. Hingga kemudian serombongan kafilah yang sedang dalam perjalanan ke Mesir lewat sumur tersebut. Mereka berhenti untuk mengambil air, namun bukan air yang mereka dapatkan, mereka malah menemukan pemuda tampan dari dalam sumur.

Yusuf pun dibawa oleh mereka ke Mesir untuk dijual sebagai budak. Yusuf kemudian menjadi pelayan di rumah Raja Al Aziz. Bertahun kemudian, Yusuf tumbuh menjadi lelaki yang amat tampan, hingga istri Raja Al Aziz yang bernama Zulaikha merasa tertarik dan berusaha menggoda Yusuf. Akan tetapi, Yusuf bergeming dan tidak meladeni godaan Zulaikha. Hingga akhirnya Zulaikha marah dan memfitnah Yusuf hingga dia dimasukkan ke dalam penjara. Nabi Yusuf terus bersabar menjalani hidup di dalam penjara. Suatu hari Raja Mesir bermimpi melihat 7 ekor sapi gemuk dimakan oleh 7 sapi kurus, dan 7 bulir gandum yang hijau dan 7 bulir gandum yang kering. Sang raja meminta para ahli nujum menafsirkan mimpinya, namun tak ada seorangpun yang bisa.

Hingga kemudian seorang budak yang pernah menjadi teman satu sel Nabi Yusuf di penjara, mengatakan pada Raja bahwa Yusuf pandai menafsir mimpi. Raja Mesir meminta Yusuf untuk menafsirkan mimpinya. Nabi Yusuf pun berkata, bahwa negeri Mesir akan mengalami 7 kali masa subur dan 7 kali masa paceklik. Dan disarankan agar Raja menyimpan bahan makanan selama masa subur untuk menghadapi masa paceklik yang akan datang. Raja merasa senang dengan tafsiran mimpi tersebut hingga Yusuf dibebaskan dari penjara, dan ketika tafsir mimpi tersebut menjadi nyata, Nabi Yusuf diberi tugas untuk mengelola bahan pangan yang akan disimpan selama masa subur dan juga distribusi bahan makanan tersebut selama masa paceklik. Ketika masa kemarau panjang tiba, seluruh wilayah di Mesir terkena dampaknya. Termasuk perkampungan di mana keluarga Yusuf berada. Mereka pun datang ke Mesir untuk meminta bantuan bahan pangan.

Nabi Yusuf terkejut melihat saudara-saudaranya, namun ternyata mereka tidak mengenali Yusuf. Maka Yusuf pun melakukan sebuah trik kecil, yakni menyuruh mereka membawa Benyamin, adik bungsunya jika hendak meminta bahan pangan lagi. Jika tidak, mereka akan pulang dengan tangan kosong. Mau tak mau, saudara-saudara Yusuf pun menuruti permintaan tersebut. Meski dengan berat hati, Nabi Yakub merelakan Benyamin pergi ke ibukota Mesir untuk meminta bahan pangan. Ketika saudara-saudaranya hendak pulang, Yusuf memasukkan sebuah piala emas dalam karung yang dibawa oleh Benyamin. Hal ini menyebabkan Benyamin ditahan dan tidak boleh pulang ke kampung halaman. Nabi Yakub pun semakin bersedih karena kehilangan anak bungsunya, duka yang ia rasakan akibat kehilangan Yusuf belum hilang, ditambah lagi Benyamin ditahan di ibukota Mesir. Saudara-saudara Yusuf pun kembali ke ibukota dan memohon agar Benyamin dibebaskan, karena tak tega melihat ayah mereka yang terus terusan bersedih. Mendengar hal tersebut, Nabi Yusuf pun menyuruh saudara-saudaranya untuk membawa Nabi Yakub ke ibukota. Saat bertemu lagi dengan sang ayah, Yusuf tak mampu menahan diri. Dia mengatakan siapa dia sebenarnya dan mengajak ayah serta saudara-saudaranya untuk tinggal bersama di ibukota. Merekapun hidup dengan rukun dan bahagia bersama.

*****

"Selamat ya..." Seorang wanita berkata lirih, menahan isakan tangis.

Pria itu hanya diam, menunduk dalam tak berani menatap.

"Atas bahagiamu yang berselimut luka dari diriku." Sambung wanita itu lagi.

Alif menarik napas panjangnya. Hatinya bergejolak entah ikut terluka atau marah. Lelaki itu tak mampu bersuara, terdiam.

Khaila memandang lelaki itu dengan kilat mata yang berkaca-kaca. Hatinya sungguh terluka. Persis seperti kaca yang retak.

"Apa dihatimu masih terselip namaku?" Suara gadis itu begitu parau.

"Apa kau mencintainya? Sudahkah melupakanku?" Khaila bertanya menatap mata hitam milik lelaki itu.

Alif mendongak mata mereka bertemu.

"Assalamualaikum." Lelaki itu bangkit berdiri. Tanpa memberi jawaban lelaki itu melangkah pergi meninggalkannya sendiri.

Kalah sudah! Gadis itu kembali menangis. Terlihat lemah tepat dihadapan pria itu. Yang kiranya sudah tak peduli lagi.

Sepi. Langit terlihat buram malam itu bulan purnama bersembunyi malu. Angin mendadak takut bertiup. Khaila menghela napas panjangnya. Satu tetes air mata mengalir dipipinya yang tirus. Lagi, lagi, dan lagi. Perlahan tanganya menyeka ujung mata yang masih menangis. Lalu dengan senyuman lebar yang sepenuhnya dipaksakan, Khaila menatap kearah jalan yang sepi.

Komentar