24 | Imam dan Makmumnya
🥀Surga Dalam Luka🥀
Kelopak mata Arraya bergetar saat jarum jam menunjuk ke arah pukul 3:37. Arraya membuka matanya perlahan. Dan tepat saat matanya itu terbuka sempurna, ia melihat ada wajah lelaki yang tertidur dengan tenang di hadapannya.
Arraya menahan diri untuk tidak bergerak apalagi teriak. Ia juga baru sadar jika tangan Adnan berada tepat di atas pinggangnya. Lelaki itu memeluk dirinya dengan erat. Adnan begitu dekat dengannya. Bahkan saking dekatnya, Arraya dapat merasakan deru napas teratur dari hidung suaminya itu. Sejak kapan Adnan memeluk dirinya dan bagaimana bisa ia tak sadar jika dirinya sedang dipeluk oleh seseorang? Arraya jadi bingung sendiri.
Arraya mulai terbiasa dengan situasinya. Ia mulai tenang menatap Adnan. Ia bahkan menatap tiap inci wajah suaminya.
'Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?'
Salah satu firman Allah Swt yang ada di dalam surat Ar-Rahman itu sepertinya sangat cocok untuk dirinya saat ini. Melihat Adnan dalam wajah sedekat ini adalah salah satu impiannya. Bisa tidur seranjang dengan suaminya sudah pasti sesuatu yang ia harapkan sejak awal pernikahan.
Bisa kembali rujuk dengan Adnan seperti ini, Raya harap adalah sebuah awal kebahagiaan untuknya dan Adnan. Ia berharap Allah melimpahkan segala bentuk rahmat dan juga kasih sayangnya untuk pernikahannya dengan Adnan.
Raya menyentuh alis tebal milik Adnan. Tangannya turun perlahan dan menyentuh hidung mancung Adnan yang tercipta sempurna. Arraya tersenyum, memandangi ketampanan suaminya. Sungguh, ia berharap semua ini akan terus berlangsung sampai maut memisahkan. Kebahagiaan yang akan selalu menyelimuti pernikahannya.
"Maafin aku..."
Arraya sedikit terkejut. Ia melihat ada air mata yang mengalir dari sudut mata Adnan kala lelaki itu menggumamkan kata maaf dalam ketidaksadarannya.
"Maaf..."
"Maaf..."
"Maaf..."
Adnan terus menggumamkan kata maaf dari bibirnya. Matanya yang terpejam, mengerut, seperti menghayati kesalahannya pada Arraya.
Arraya mengusap air mata yang keluar dari sudut mata suaminya. "Mas, Apa kamu mimpi buruk?"
Raya mengelus pelan alis Adnan. Membuat lelaki itu perlahan menghilangkan kerutan di kening. Wajah Adnan terlihat damai kembali karena usapan lembut jemari Raya.
Melihat Adnan yang sudah kembali tertidur dengan pulas, Arraya segera bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu. Ia hendak melaksanakan solat tahajud sebelum waktu adzan subuh berkumandang.
Arraya menggelar sajadahnya tak jauh dari ranjangnya. Ia memakai mukena putihnya. Mukena pemberian Adnan sebagai mas kawin pernikahan.
"Allaahu Akbar." Takbir pertama Arraya mulai dengan khusyuk. Seluruh perhatiannya terpusat pada satu titik di atas sajadah. Bermunajat pada Sang Khalik di waktu Allah turun dari langit ke bumi untuk menjawab doa-doa hamba-Nya secara langsung. Sungguh merugi manusia yang sering melewatkan waktu tahajudnya demi terlelap di dalam balutan selimut hingga fajar.
Arraya terus mengulang salat sunnahnya itu sampai ke rakaat kedelapan. Khusyuk serta tartil hafalannya saat salat yang ia
Arraya mendengar ada suara sibukan selimut yang tiba-tiba mengalihkan sedikit perhatiannya. Raya jadi bertanya-tanya dalam hati, mungkinkah Adnan terbangun? Tak ingin memikirkan hal yang membuat kehusyukan salatnya berkurang, Arraya kembali mencoba untuk fokus.
"Assalamu'alaikum warahmatullah."
"Assalamu'alaikum warahmatullah."
Selesai menyelesaikan 2 salam, Arraya hendak berdiri kembali untuk melanjutkan solatnya. Arraya ingin terbiasa solat malam seperti Rasulullah Saw, yaitu sebanyak 11 rakaat.
"Ra?"
Arraya sontak menoleh sebelum ia jadi berdiri. Ia melihat Adnan yang sudah duduk di tepi ranjang dengan wajah yang tampak basah.
"Mas Adnan sudah bangun? Mas mau minum? Atau ada yang perlu Raya bantu, Mas?"
"Kamu solat apa?"
"Solat tahajud," jawab Raya. "Mas jadi mau minum? Kalau Mas butuh minum biar Raya ambilkan ke dapur."
Adnan menggeleng. Ia menatap wajah Raya yang penuh dalam balutan mukena putih. Wajah gadis itu terlihat bersinar di bawah lampu. Atau mungkin bersinar karena pantulan amal ibadahnya.
"Boleh aku solat bareng kamu?"
Arraya mengangkat kedua alisnya. Tak menyangka akan mendapatkan pertanyaan itu dari Adnan. Raya tak bisa menyembunyikan binar bahagia di wajahnya. Senyum mengembang di wajah, menatap Adnan penuh syukur.
"Boleh Mas, boleh sekali. Raya ambilkan baju muslim untuk Mas Adnan dulu di kamar Papa."
"Aku pakai kaos ini aja, Ra. Nggak enak kalau bangunin Papa."
Raya menatap kaos putih dan celana panjang hitam milik Adam yang Adnan pakai. "Pakai itu juga boleh Mas, tapi alangkah baiknya jika kita memakai baju yang paling baik untuk menghadap Allah. Lagi pula Papa dan Mama pasti sudah bangun jam segini. Mas tunggu sini ya, Raya ambilkan dulu bajunya sebentar."
Adnan membalas dengan senyuman kecil saat melihat istrinya itu keluar kamar untuk meminjam baju muslim dari Adam.
"Ini Mas, Ayah pinjamkan beserta kopiahnya." Tak membutuhkan waktu lama untuk Raya datang kembali membawa baju muslim untuk Adnan kenakan. Adnan meraih baju dan kopiah tersebut. Untuk sejenak ia sibuk dengan pikirannya sendiri sebelum suara Raya akhirnya memecahkan lamunannya.
"Mas, sudah mau solat subuh. Nanti kita nggak cukup waktu untuk solat tahajud."
Adnan bergegas ganti dengan cepat. Ia menyisir rambutnya ke belakang sambil bercermin. Dipakaikannya kopiah itu ke kepalanya. Arraya yang menatap wajah suaminya dari dalam cermin memuji dalam hati. Adnan benar-benar terlihat tampan seperti itu.
Adnan berdiri di depan Raya dengan sajadah yang sudah dibentangkan oleh Raya. "Aku cuma bisa bacaan surat pendek aja. Nggak hafal surat yang panjang," ucap Adnan dengan jujur. Rasanya malu.
Raya tersenyum, "Nggak papa, Mas, nggak masalah, karena insyaAllah Allah akan tetap terima solat kita walaupun dengan bacaan surat pendek," kata Raya menenangkan.
"Ra, aku juga masih belajar, jadi maaf kalau misalkan ada kesalahan nanti."
"Iya, Mas, nggak papa."
Adnan menghadap ke depan. Kepalanya menunduk menatap tenunan gambar Ka'bah di atas sajadahnya. Jantungnya mendadak berdebar. Ia merasa takut sekaligus merasakan sebuah ketenangan yang selama ini tidak pernah ia rasakan.
"Allaahu akbar." Adnan memang hampir tidak pernah melaksanakan solat tahajud, tetapi bukan berarti ia tidak tahu caranya solat tahajud. Jangankan solat tahajud, solat lima waktu saja terkadang masih sering Adnan tinggalkan.
Adnan membacakan surat Al-Ikhlas. Arraya sadar, bahwa bacaan Adnan masih banyak yang perlu diperbaiki tajwidnya. Tapi untuk Adnan yang sudah mau dengan sendirinya solat tahajud dan juga mau menjadi imam solatnya, Raya sudah cukup bersyukur.
Selesai 2 rakaat solat tahajud, Raya minta Adnan kembali memimpin satu rakaat untuk solat sunnah witir.
"Assalamu'alaikum warahmatullah.."
"Assalamu'alaikum warahmatullah.."
"Alhamdulillah," ucap Adnan pelan penuh syukur. Ia lupa kapan terakhir kalinya ia pernah melaksanakan solat tahajud.
"Mas?" Adnan memutar tubuhnya saat mendengar suara Arraya memanggil.
"Ya?" Adnan membeku menyaksikan Raya yang meraih tangannya dan mencium punggung tangannya.
"Terima kasih sudah mau menjadi imam solat Raya, Mas. Ini adalah pertama kalinya Raya menjadi makmum dengan lelaki lain selain Papa dan Imam masjid."
Berdesir hati Adnan mendengarnya. "Ini bahkan adalah pertama kalinya aku menjadi imam solat untuk seorang perempuan." Adnan menatap lekat manik mata Arraya. "Dan aku sangat senang karena menjadi imam pertama kali untuk istriku," lirih Adnan penuh romansa.
Arraya merasakan matanya menghangat. Ia membalas tatapan Adnan tak kalah dalam. Keduanya saling berhadapan dalam jarak yang cukup dekat hingga lutut keduanya saling bersentuhan. "Raya senang sekali bisa seperti ini dengan Mas Adnan. Ini adalah sesuatu yang sudah sejak lama Raya impikan."
Adnan terdiam melihat air mata yang terjun bebas di wajah istrinya saat ini. Tangannya terangkat menyentuh dan mengusap lembut kedua pipi Raya yang mulai basah karena air mata. "Maafin aku..."
"Maaf karena aku belum bisa jadi seorang suami yang baik untuk kamu. Maaf, karena terlambat menyadari perasaan aku sama kamu... Maaf karena membuat kamu menunggu untuk waktu yang teramat lama hingga aku justru datang untuk menyakiti kamu..."
Arraya menangis. Ia menunduk dalam dan menumpahkan segala perasaannya dalam sebuah tangisan di hadapan Adnan. Ia mengulas semua ingatannya saat kuliah dulu.
Bagaimana saat ia berusaha keras menyembunyikan perasaannya sendirian dari Adnan bahkan dari sahabatnya sendiri, Alya. Bagaimana saat ia berusaha bangkit setelah mengetahui saat Adnan mencintai Alya. Bagaimana saat pertemuannya kembali dengan Adnan di rumah sakit. Bagaimana saat Adnan selalu salah mengucapkan lafadz ijab qabul. Bagaimana saat malam pertamanya dengan Adnan justru terjadi dengan pisah ranjang bahkan pisah kamar. Bagaimana hari-harinya yang selalu mengharapkan Adnan ada di sisinya, hingga saat di mana ia merasa harus menyerah dengan pernikahannya. Arraya sedih mengingat itu semua. Itu adalah perjuangan dan pengorbanan dari hatinya untuk waktu yang cukup lama.
"Jika ada sebuah kata yang lebih dalam dari kata menyesal, maka aku ingin mengatakannya sama kamu kalau aku memang benar-benar menyesal atas semua yang pernah aku lakukan ke kamu, Ra. Aku banyak dosa sama kamu. Aku menyesal dan aku minta maaf atas itu semua..."
"Aku udah maafin semuanya, Mas..."
"Aku tau Ra, walaupun maafku sudah kamu terima tapi akan tetap ada luka yang membekas di dalam hati kamu." Adnan menempelkan telunjutkan tepat di tengah dada Raya.
"Malam ini, di detik ini, di hadapan kamu dan disaksikan oleh Allah dan para malaikatnya, aku berjanji aku akan terus mencintai kamu hingga kematian yang memisahkan kita. Aku akan terus ada di samping kamu apa pun yang terjadi, Ra. Aku janji...." Bertepatan dengan itu air mata Adnan ikut meleleh. Janjinya ia buat sungguh-sungguh segenap hatinya untuk Arraya. Ia sudah bertekad untuk membahagiakan Arraya selama ia masih diberikan kesempatan bernapas dari Sang Pencipta.
Arraya gantian menghapus air mata yang membasahi pipi Adnan. "Dan Raya akan selalu ada di samping Mas Adnan agar Mas Adnan mudah menepati janji-janji itu. Kita akan saling terbuka satu sama lain dan belajar untuk menjadi lebih baik lagi."
Adnan mencium kening Raya lama, lalu menarik tubuh Arraya ke dalam pelukannya. "Terima kasih Ra, karena sudah mau menjadi istriku dan menjadi makmum hidupku..."
Arraya membalas pelukan Adnan. "Mas juga, terima kasih sudah mau berubah. Terima kasih karena sudah menjadi suami sekaligus imam hidup untuk dunia dan akhiratku..."
🥀🥀🥀
⚠️ Semua tokoh yang ada di cerita ini adalah tokoh fiksi yang segala bentuk karakternya dibuat untuk mendukung jalannya cerita. Tidak ada manusia sempurna, yg ada hanya manusia yg mencoba untuk menjadi lebih baik ⚠️
Last, tidak ada perubahan alur dalam revisi cerita, karena perubahan besar alur cerita hanya akan dilakukan di versi Novel.
❤ Jazakumullah ya Khair ❤
Komentar
Posting Komentar