06 | Terluka
Surga Dalam Luka
"Kak—eh ...." Arraya baru teringat akan pesan Adnan semalam yang meminta dipanggil dengan panggilan 'Mas'.
"Mas Adnan, bangun. Solat subuh!"
"Mas Adnan!!"
Arraya masih terus berusaha membangunkannya. Pintu kamarnya terkunci sehingga ia tidak bisa membangunkannya secara langsung. Arraya hanya bisa membangunkannya lewat ketukan pintu dan suara yang sedikit dikencangkan. Ini adalah kelima kalinya Arraya membangunkan suaminya.
Adzan subuh bahkan sampai sudah berlalu. Padahal setidaknya Arraya ingin merasakan solat berjamaah dengan imam halanya. Arraya ingin merasakan rasanya menjadi makmum di belakang tubuh Adnan saat mereka berdua solat bersama.
Ah, suami? Setidaknya Arraya harus terus berusaha. Arraya yakin, cinta pasti bisa ditumbuhkan dengan ikhtiar yang setimpal. Ia yakin, perlahan Adnan pasti bisa mengerti perasaan tulus Arraya padanya.
"Mas! Mas Adnan!"
Karena tetap tak mau dibangunkan, akhirnya Arraya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Pintunya Arraya biarkan terbuka sedikit. Ia kembali duduk di atas sajadah dan membaca al-Qur'an.
Arraya melanjutkan bacaan surat Yasin di ayat 9 dan seterusnya. Surat yang berisikan tentang berbagai masalah Ketuhanan, terutama menegaskan perkara Kerasulan, kebangkitan dan bukti-bukti keduanya.
وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُونَ (٩)
(Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (9))
وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ(١٠
Sama saja bagi mereka apakah kamu memberi peringatan kepada mereka ataukah kamu tidak memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman. (10))
إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ ۖ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ (١١)
(Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia. (11))
Arraya terus membacanya sampai tak terasa bacaannya di surat Yasin telah usai. Tapi saat ia ingin melanjutkan bacaan ke surat berikutnya, ia malah merasa ada yang memperhatikan.
Arraya sontak menoleh. Hampir saja jantungnya copot saat melihat kehadiran Adnan yang tak ia perkirakan sudah berdiri di ambang pintu dengan pandangan lurus ke arahnya.
Sejak kapan Mas Adnan berdiri di sana?
Melihat Adnan yang terdiam di sana, Arraya berinisiatif untuk berdiri dan menghampirinya.
"Kak—Mas Adnan sudah bangun?" Arraya langsung buru-buru mengoreksi panggilannya tadi. Ia hanya belum terbiasa. "Maaf Mas, Raya membacanya terlalu keras ya? Tadi Raya sudah coba bangunin Mas Adnan, tapi sepertinya Mas Adnan terlalu lelah, jadi Raya tidak membangunkan lagi. Maaf ya ...."
"Berhenti minta maaf." Lagi, ucapan Adnan terdengar begitu dingin di telinga Arraya. Ada apa Adnan? Apa ada yang salah dari Arraya sampai lelaki itu memperlakukan istrinya seperti itu?
"Ini masih pagi, jadi jangan mulai hari dengan permintaan maaf. Aku benci kata itu."
"Ma—" sontak Arraya langsung berhenti berkata saat tersadar akan mengeluarkan kata maaf lagi. "Raya ngerti. InsyaAllah Raya tidak akan ulangi lagi," lanjutnya. Berharap Adnan tak akan mengucapkan kalimat dengan intonasi tinggi ataupun mengatakan kalimat menyakitkan lagi padanya.
Bukannya merespon, Adnan malah hanya menatap Arraya datar. Bertepatan dengan kaki Adnan yang ingin melangkah masuk, Arraya menahan tangannya.
"Kak Adnan sudah solat subuh?"
"Aku harus mandi sekarang. Ini sudah jam setengah enam."
"Solat subuh hanya 2 rakaat, Mas. InsyaAllah tidak akan memakan waktu lama. Mas wudhu sekarang ya, biar Raya yang siapkan semua keperluan kerja Kak Adnan."
"Tapi—" Adnan tak jadi melanjutkan kalimatnya begitu Arraya menarik tangannya menuju kamar mandi dengan sedikit memaksa.
"Mas wudhu dulu terus langsung solat subuh ya. Setelah itu baru Mas mandi. Raya janji akan persiapkan semuanya tanpa ada yang kurang."
Untuk saat ini, Adnan hanya diam menerima perkataan istrinya tanpa membantah. Walaupun sebenarnya Arraya sudah merasa takut sekali jika tadi Adnan malah akan menepis kasar tangannya karena dengan beraninya menyentuh tangannya.
鹿鹿鹿
Arraya menatap isi lemari Adnan dengan decakan kagum. Isi lemarinya tertata rapih. Setengah lebih dari isi lemarinya adalah pakaian formal yang Adnan gunakan untuk bekerja. Kemejanya tersusun dari kanan adalah kemeja yang gelap, sedangkan bagian kiri adalah tempat untuk kemeja dengan warna terang. Untuk celana, hampir semuanya berwarna gelap.
Selain lemari pakaian, di kamar Adnan ada satu lemari buku yang terbuat dari kaca. Satu sampai tiga bagian dari atas berisi buku non fiksi. Ada buku tentang manajemen, organisasi, hingga buku motivasi yang lain. Bagian keempat hingga kelima ditempati oleh series komik Conan dan juga Naruto. Sedangkan bagian yang paling bawah berisi notebook milik lelaki itu.
Iris Arraya berhenti pada sebuah bingkai dengan ukuran A5. Foto yang sepertinya belum lama diambil. Adnan memakai setelan jas berwarna hitam dengan dasi berwarna biru. Walaupun fotonya hanya berdiri tegap dan tanpa senyum, tapi mampu mengundang bibir Arraya membentuk bulan sabit saat menatapnya. Adnan memang selalu menawan dan memesona.
"Mana baju yang sudah disiapkan?"
Arraya berjingkat kaget saat mendengar suara Adnan yang tiba-tiba. Ia memutar badannya dan segera memberikan kemeja berwarna navy dengan line berwarna putih sepanjang bahu hingga ujung tangan. Adnan sudah selesai mandi dan kini telah memakai celana panjang berwarna hitam juga kaos oblong berwarna hitam.
"Biar Raya bantu, Mas."
Arraya pikir, Adnan akan mengusirnya pergi. Saking takutnya, ia bahkan sampai berpikir akan hal itu. Lucu bukan?
Arraya mendekat ke arahnya. Cukup dekat hingga Arraya bisa merasakan deru napas Adnan yang menyapu wajahnya dengan perlahan. Adnan masih juga tetap diam. Ia tak menolak ataupun mengatakan hal menyakitkan seperti semalam pada Arraya. Yang ia lakukan hanya diam, menerima semua perlakuan Raya padanya.
Arraya memang mencoba melupakan kata-kata menyakitkan Adnan semalam. Arraya mencoba untuk menganggap semua itu berlalu dan tak ingin mempermasalahkannya lagi. Seperti biji bunga yang akan tumbuh mekar menjadi bunga matahari yang cantik dan menawan, Arraya juga berharap Adnan akan bisa menerima dan mencintainya dengan semua benih ketulusan yang Arraya berikan untuknya.
Selesai memakaikan kemeja juga dasi secara sempurna di lehernya, Arraya mendongakkan wajahnya. Adnan ternyata sedang menatap wajahnya. Arraya mundur selangkah ke belakang. Jantungnya tiba-tiba mulai berulah. Detaknya begitu cepat, nyatanya ia selalu gugup di depan Adnan.
Nyatanya, perasaan Arraya pada Adnan belum berubah sejak dulu. Iya, sejak dulu. Sejak saat di mana Arraya pernah menaruh hati pada Adnan tanpa seorang pun yang mengetahui.
"Apa kamu tidak marah?"
Arraya beranikan diri untuk membalas tatapan lurus mata Adnan. "Kenapa Raya harus marah sama Mas Adnan?"
"Aku banyak berkata kasar semalam. Aku pikir kamu akan marah."
Arraya mencoba untuk tersenyum kecil saat ini. "Raya nggak marah sama Mas Adnan."
"Jangan lakukan ini lagi." Adnan menjauhkan tangan Arraya dari sekitar lehernya. "Aku bisa urus diriku sendiri. Aku tidak mau berhutang budi padamu."
Entah apa maksud tatapan Adnan yang sekarang. Tatapannya dalam, seolah Arraya harus mengerti lagi maksud pembicaraannya tanpa ia harus menjelaskannya secara detail.
Arraya menatap Adnan bingung. Saat Arraya ingin bertanya, Adnan malah mengangkat dagu Arraya. Hampir saja Arraya berteriak. Kini tangan Adnan semakin merambat ke pipi Arraya. Arraya bahkan sampai menahan kuat napasnya. Wajahnya Adnan kian mendekat, hingga ujung hidung mereka berdua nyaris bersentuhan.
Arraya memejamkan matanya erat secara tiba-tiba. Tak dapat dipungkiri, dada Arraya seperti ingin melompat dari tempatnya ketika membayangkan Adnan akan menciumnya. Saat deru napas Adnan kian memburu di wajahnya, Adnan mengatakan sesuatu yang membuat Arraya membuka mata tak percaya.
"Lihat, aku bahkan tidak bisa menciummu."
Rasanya tenggorokan Arraya seperti dicekik hingga ia merasa sulit bernapas.
"Sejak dulu, aku selalu menganggap kamu sebagai adik. Tidak pernah lebih, bahkan untuk saat ini. Aku tidak pernah dan tidak akan bisa mencintaimu. Dan seharusnya kita tidak bertemu lagi dengan cara seperti ini."
Tangan Adnan terlepas dari pipi Arraya. Wajahnya menjauh, juga tubuhnya. Menyisakan Arraya yang bergeming seorang diri di tempat. Tak tahu harus mengatakan atau melakukan apa. Hanya bisa menatap punggung Adnan yang lagi-lagi berhasil mematahkan hatinya untuk yang kesekian kalinya.
Berkali-kali Arraya ditampar oleh kenyataan, bahwa perasaannya masihlah cinta sepihak, hingga detik ini.
Pendek-pendek aja yaa per partnya wkwk
Buang buruknya, ambil hikmahnya ❤
❤ Jazakumullah ya Khair ❤
Komentar
Posting Komentar