35 | Bulan Madu

🥀 Surga Dalam Luka 🥀

Sejak Fajar memberikan tiket honeymoon pada Arraya, Adnan selalu berusaha membujuk istrinya itu agar tidak usah bulan madu ke sana. Raja Ampat? Siapa yang tidak ingin berlibur ke sana? Hanya saja Adnan malas menerima tiket itu karena pemberian papanya. Padahal sejak awal ditawari Adnan sudah menolaknya, tapi kini, Fajar dengan cerdasnya justru memberikan tiket itu pada Arraya.

"Emang kenapa nggak mau sih, Mas?" tanya Raya sembari mempacking pakaian miliknya dan juga milik Adnan ke dalam koper.

"Nggak mau aja, Ra. Itu kan dari Papa."

"Memangnya kenapa kalau dari Papa, Mas?" Arraya masih belum mengerti juga kenapa Adnan tidak mau. Padahal dua jam lagi mereka sudah harus pergi ke bandara untuk melakukan penerbangan.

"Karena itu aku nggak mau, Ra. Kalau kamu suka Raja Ampat, aku bisa urus liburan kita ke sana, tapi jangan yang dari Papa."

"Lalu tiket yang dari Papa mau Mas ke manakan?"

"Buang aja," jawab Adnan seenaknya.

Arraya menghela napas panjang. "Mubazir atuh, Mas. Lagi pula, aku emang mau liburannya sekarang. Aku udah ambil cuti, Mas kan juga udah ambil cuti. Jadi apa salahnya kita terima dan pakai pemberian dari Papa?"

"Kamu nggak ngerti, Ra..." Adnan menjatuhkan kepalanya di ceruk leher Arraya. Ia merengek seperti anak kecil yang tidak mau dibawa ke mana-mana.

"Mas jangan begitu, kalau Mas selalu jaga jarak begini sama Papa, kapan kalian mau akurnya?"

"Nggak akan kayaknya... Aww!!!" Adnan sontak meringis saat jari Arraya mencubit pinggangnya.

"Jangan ngawur kalau ngomong. Sekarang lebih baik kita siap-siap, dua jam lagi kita harus berangkat ke bandara."

Adnan mengerucutkan bibirnya maju. Dengan langkah gontai ia pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian. Adnan mengganti pakaian dengan celana hitam panjang beserta kaos Polo dan juga sepatu Adidas. Ia juga menyiapkan kacamata hitam yang kini telah bertengger sempurna membingkai wajah tampannya.

Arraya juga sudah berganti pakaian dengan gamis motif bunga beserta kerudung polos berwarna peach yang dibelikan Adnan saat mereka pergi ke Mall beberapa waktu lalu. Arraya juga sama memakai snikers Adidas dengan warna dan model yang sama seperti Adnan. Sepatu itu juga Adnan yang membelikannya saat mereka pergi jalan-jalan ke Mall.

Setelah semua barang bawaan dipastikan oleh Arraya tidak ada yang tertinggal, perempuan itu langsung turun ke lantai satu untuk menyusul kepergian Adnan semenit yang lalu.

Penampilan Adnan membuat Arraya terpesona. Adnan seperti model yang sedang melakukan photo shoot produk Polo dan sepatu Adidas. Sangat tampan dan keren. Sedangkan Adnan menatap Arraya dengan kagum. Walaupun Arraya selalu memakai gamis ketika tidak sedang bekerja, Arraya juga selalu tampil cantik. Arraya itu memang sudah cantik alami, sehingga tanpa polesan bedak pun, wajah perempuan itu sudah terlihat sempurna di mata Adnan.

Begitu mereka tiba di bandara setelah diantar oleh Pak Joni menggunakan mobil, Adnan dan Arraya langsung menuju Airport Lounge untuk menunggu agar bisa lebih nyaman karena mereka yang sampai di bandara 2 jam lebih awal dari jam penerbangan pesawat mereka.

Raya kembali berdecak kagum. Beberapa menu cemilan dihidangkan di hadapan Arraya dan Adnan. Ini semua juga karena layanan yang diberikan oleh Fajar, papa Adnan. Semua fasilitas yang diberikan kepada mereka berdua adalah fasilitas terbaik dari jajaran kelas mahal.

"Kamu makannya banyak banget, nanti kekenyangan, nggak?" tanya Adnan dengan tersenyum geli menyaksikan pipi Raya yang menggembung karena makanan.

Arraya tersenyum sambil menggeleng. Dengan santainya ia tetap mengunyah perlahan makanan yang ada di dalam mulutnya.

Setelah menunggu hampir satu jam di dalam Airport Lounge, Adnan dan Arraya langsung pergi dan masuk ke pesawat dan duduk di bagian kelas Bisnis.

Seumur-umur, Raya belum pernah naik pesawat kelas Bisnis. Ia hanya sering naik pesawat dengan kelas standar/Ekonomi. Sehingga saat ini, Raya merasa begitu dimanjakan oleh fasilitas lengkap yang diberikan oleh mertuanya.

Arraya duduk di samping Adnan persis. Perempuan itu terus menatap ke jendela pesawat yang masih menggambarkan landasan bandasan udara sebelum pesawat mereka take off.

"Papa baik banget ya, Mas." hanya itu yang bisa terucap dari bibir Raya.

Helaan napas panjang meluncur dari bibir Adnan. "Itu karena kamu, sama aku mah nggak."

"Papa kan kasih ini untuk Mas juga, nggak buat aku aja Mas."

"Tetep aja, karena ada kamu makanya Papa jadi sebaik ini. Mungkin setelah ini, Papa merencanakan sesuatu buat aku."

"Mas....jangan suka suudzon. Bersikaplah positif kalau Papa beneran kasih ini ikhlas buat kita."

"Ya ya ya..." dengan wajah malasnya, Adnan hanya mengiyakan ucapan Arraya dengan seadanya.

"Mas!"

"Baiklah, aku akan mencobanya."

"Nah, gitu dong." Arraya tersenyum lega melihat suaminya yang akhirnya mau mulai menerima papa kandungnya sendiri. Sepertinya Raya memang harus sedikit berusaha untuk membuat mertua juga suaminya kembali harmonis seperti sebuah keluarga pada umumnya.

🥀🥀🥀

Arraya tak dapat berhenti berdecak kagum begitu mereka sampai di hotel yang pemandangan jendelanya langsung menghadap ke arah bibir pantai. Hotel bintang lima dengan tipe suite room yang luas dan kingbed yang besar berada di tengahnya. Ukiran berbentuk akar pohon yang langsung menjadi spot tatapan sempurna berada di dinding ranjang besar itu. Kamar yang begitu sempurna, yang akan menemani Adnan dan Arraya selama 4 hari ke depan di Raja Ampat, Papua.

Terpaan angin yang masuk ke dalam kamar langsung membuat Raya meninggalkan kopernya begitu saja ke lantai hotel dan langsung berlari ke balkon hotel. Pasir putih di lautan lepas serta bentukan karang yang tersusun indah menjadi pemandangan yang begitu menakjubkan dipandang mata. Langit biru yang berpadu dengan riuhnya sejuk angin membuat semuanya terlihat sempurna. Benar-benar surga dunia.

Senyum Arraya tak dapat berhenti merekah. Kakinya meloncat-loncat girang tak sabar ingin segera keluar dari hotel tempatnya menginap. Matanya terpejam menikmati terpaan lembut angin yang dingin di tubuhnya. Arraya benar-benar merasa senang dan bahagia. Andai ia bisa tinggal di tempat itu untuk selamanya. Meninggalkan Jakarta yang riuh dan selalu padat setiap harinya dengan berbagai macam polusi udara.

"Mas, ke pantai sekarang, yuk?" Arraya memutar tubuhnya untuk melihat apa yang sedang Adnan lakukan di belakangnya. Dan rupanya, Adnan sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang dengan merentangkan tangan lebar dan juga mata yang terpejam.

"Besok aja ya, Ra. Aku ngantuk banget, mau tidur." Ujar Adnan tanpa membuka matanya. Ia lelah dan merasa benar-benar butuh beristirahat.

"Masa langsung tidur, Mas? Ini udah mau sore, Mas. Aku mau liat sunset di pantai." Arraya merengek dan menarik-narik tangan Adnan agar suaminya itu mau terbangun.

Adnan membuka sedikit kelopak matanya. "Masih ada hari besok dan besok dan besok dan besoknya lagi, Sayang."

"Tapi aku mau sekarang, Mas."

"Tapi aku beneran ngantuk, Ra."

"Mas, ayolah..." Arraya masih terus berusaha membujuk Adnan agar mau mengantarnya ke bibir pantai menikmati surga dunia berupa sunset dari tempat yang menakjubkan di ujung Indonesia.

Adnan menggeleng. Menolak rengekan Raya yang begitu menginginkan untuk pergi sekarang. "Besok aja, aku janji akan bawa kamu keliling pantai besok sampai puas. Tapi sekarang, biarin aku tidur sebentar aja. Aku cape banget, Ra. Beneran."

"Iiih, Mas nyebelin!" Arraya menghempaskan tangan Adnan karena kesal. Bibirnya mengerucut maju pertanda ngambek. "Kalau Mas nggak mau nganterin aku sekarang, ya udah biar aku sendiri aja ke sana!"

Adnan pura-pura tak mendengar. Saat Arraya benar-benar menantang dirinya dengan kata-kata barusan, Arraya benar-benar pergi dan meninggalkan dirinya sendirian di kamar.

"Gimana nanti kalau Raya ketemu sama bule?"

"Gimana kalau nanti Raya digodain sama cowok-cowok yang lagi renang tanpa baju di pantai?"

Begitu mendengar suara-suara bisikan yang tak ingin ia dengar, kedua mata Adnan langsung terbuka lebar. Ia langsung menyambar jaketnya dan segera keluar dari kamar hotel untuk menyusul Arraya.

Arraya membulatkan matanya kaget saat merasakan ada yang menangkap pergelangan tangannya dan menggenggam tangannya dengan begitu erat.

"Katanya mau tidur, kenapa malah ikut?" tanya Arraya dengan tatapan memicing.

"Aku harus jagain kamu."

"Aku bukan anak kecil, lagian kan Mas ngantuk dan cape, jadi lebih baik tidur bukan?"

Adnan berdecak pelan lalu merangkul bahu Raya agar lebih merapat dengannya. "Takut ada bule ganteng yang deketin kamu."

Arraya mendengus geli mendengar ucapan Adnan yang terdengar konyol. Keduanya berjalan beriringan dengan tangan Adnan yang tetap merangkul mesra pundak Raya hingga keduanya sampai di bibir pantai.

"Mas!!!!" Arraya berteriak kencang dan langsung berlari tak sabar hingga kedua kakinya yang langsung basah terkena pinggiran air pantai. Meninggalkan Adnan yang masih terbengong di tempatnya melihat sikap Arraya yang kali ini baru pertama kali ia lihat.

Entah mengapa waktu terasa begitu sempurna. Yang awalnya akan banyak wisatawan yang juga berkunjung di hari yang sama, ternyata hampir tak satu pun manusia yang terlihat selain mereka berdua. Ternyata waktu yang ditentukan Fajar untuk honeymoon Adnan dan Arraya sangatlah sempurna. Di hari kerja, di saat semua orang sedang bekerja dan bulan itu bukanlah bulan di mana banyak semua orang yang berlibur.

Pantai seakan menjadi milik Adnan dan Arraya berdua sore itu.

Arraya terlihat begitu bahagia di bawah siluet matahari sore di langit yang kini mulai berwarna kejinggaan. Dengan cepatnya langit berubah warna begitu pula segala bentuk ekspresi Arraya yang begitu lepas saat ini. Adnan ikut mengembangkan senyumnya. Ia bahagia jika melihat Arraya bahagia.

"Mas Adnan, sini!!" Arraya berteriak memanggil Adnan yang masih saja berdiri di tempat dengan memandang ke arahnya.

"Ya?!"

"Sini, Mas!! Airnya dingin banget!!"

Adnan terkekeh geli melihat Arraya yang semakin ekspresif. Benar-benar berbeda dengan Arraya yang tertawa saat ia berusaha melucu atau Arraya yang tertawa saat mereka berada di Jakarta. Bagaimana Adnan menjelaskannya? Karena bahagianya Arrraya saat ini sungguh berbeda dengan bahagia yang sebelum-sebelumnya.

Adnan akhirnya berlari menyusul Arraya. Saat kedua kakinya menginjak air pantai, Adnan memekik kaget karena dinginnya air yang terasa sampai ke ubun-ubunnya. Arraya tertawa bahagia, tangannya memegang erat tangan Adnan bermain air dengan begitu senangnya.

Tanpa disangka, waktu semakin sore. Jingganya warna langit mulai berubah cokelat keemasan. Indahnya sunset begitu menakjubkan mereka pandang di atas langit. Adnan mengantar Arraya duduk di atas pasir. Ia menggosokkan kedua tangan Arraya dengan tangannya. Bajunya dan baju Arraya hampir basah kuyup, padahal mereka hanya bermain air dan tidak sampai berenang.

"Dingin, ya?"

Arraya menggertakan gigi-giginya dengan kuat. Ia menggeleng dengan senyum yang tetap tak luntur membingkai wajahnya walaupun sebenarnya ia merasa sangat kedinginan.

Arraya semakin bersyukur, Adnan terus bersikap manis dengan menggosokkan tangannya. Memberikan kehangatan yang sebenarnya memang sangat ia butuhkan saat ini.

"Mas..."

"Hm?" Adnan menatap kedua manik Arraya yang berbinar di hadapannya.

"Aku bahagia banget, Mas. Rasanya pengen terus tinggal di sini, nggak mau pulang ke Jakarta."

Adnan tersenyum simpul. Gerakan tangannya berhenti menggosok kedua tangan Arraya, dan kini hanya menggenggam kedua telapak itu dengan erat. Mereka saling pandang dalam diam untuk beberapa saat. Hanya tatapan mata yang bicara di antara mereka berdua. Seolah Tuhan menjentikkan jarinya hingga membuat bumi dan seisinya berhenti untuk beberapa saat.

Arraya sedikit tersentak saat tiba-tiba tangan Adnan meraih wajahnya dan mencium bibirnya. Adnan mencium bibir Arraya yang masih menegang karena ulahnya yang mendadak.

"I love you, Arraya Kirania."

Bisikan lembut di telinganya itu sukses membuat rona-rona merah di wajah Arraya bermunculan. Adnan kembali menahan tengkuk Arraya, menjelajahi seisi bibir Arraya dengan gerakan yang lembut. Terpaan angin yang kencang dan dingin, seolah tak mengganggu keduanya menikmati waktu berdua dengan penuh romansa cinta. Seolah hanya ada mereka berdua yang berada di pantai.

🥀🥀🥀

Selesai menghabiskan waktu sore di pantai, Adnan dan Arraya kembali ke hotel. Mereka bergantian membersihkan diri di kamar mandi. Berganti pakaian dengan piyama mereka masing-masing yang lebih menghangatkan.

Jendela kamarnya, tetap Arraya buka tirainya walaupun jendelanya sudah tertutup rapat. Ia masih terus ingin menyaksikan indahnya malam hari Papua dengan taburan bintang yang sangat indah berada di atas langit. Arraya masih tidak bisa berhenti senyum saking merasa begitu bahagianya. Perasaanya benar-benar merasa penuh akan bahagia.

Waktu semakin larut, dan Adnan memutuskan untuk menutup tirai kamar mereka walau Arraya merengek untuk tetap membiarkannya terbuka sampai pagi. Adnan mengerti keinginan Arraya, tapi ia juga tidak mungkin membiarkan tirai jendelanya terbuka saat dirinya berniat melakukan sesuatu kepada Arraya saat ini.

"Mas, kenapa nggak dibuka aja, sih? Langitnya terlalu cantik untuk dilewatkan," keluh Arraya saat Adnan telah menutup semua tirai dan mematikan lampu kamar mereka.

Adnan merangkak naik ke atas ranjang. Ia ikut membaringkan tubuhnya di samping Arraya. Satu tangannya menelusup masuk ke sela leher Arraya dengan bantal. Membuat Arraya secara otomatis berada di dalam pelukannya.

"Khawatir kalau nanti bintang ikut ngintip."

Arraya terkekeh di dalam pelukan Adnan. "Apa yang mau diintipin, Mas? Kita kan nggak ngapa-ngapain, cuma mau tidur aja. Langit juga kayaknya nggak akan iseng begitu deh."

"Bukan nggak ngapa-ngapain, tapi baru mau ngapa-ngapain." Adnan berbisik di telinga Arraya. Membuat sekujur bulu halus di sekitar leher Arraya berdiri merinding.

"Maksud Mas apa?"

Arraya langsung memejamkan matanya saat Adnan sudah kembali mencium bibirnya.

"Bukankah kita ke sini untuk berbulan madu?"

"Iya memang, terus maksudnya?"

Adnan tersenyum melihat ekspresi Arraya yang masih terlihat polos di bawah cahaya samar dari celah ventilasi jendela kamar.

"Maka ini yang akan dilakukan oleh pasangan yang berbulan madu, Sayang."

Arraya sudah tidak dapat berpikir jernih saat tubuh Adnan dengan cepat berada di atas tubuhnya. Adnan menciumi tiap inci wajah Arraya. Ini bukan lagi pertama kalinya untuk mereka berdua, sehingga Adnan sudah tau spot mana saja yang akan membuat Arraya jatuh terbuai dalam tiap sentuhannya.

Di atas tubuh Arraya, jemari Adnan dengan mudahnya membuka satu persatu kancing piyama Arraya. Adnan sama sekali tidak membiarkan Arraya mengambil sedikit napas di tengah ciuman panas mereka.

Arraya sedikit tersentak saat merasakan satu tangan Adnan yang semula berada di pingganya kini mulai merambat masuk ke dalam piyama tidurnya.

🥀🥀🥀

TBC

Warning : Dilarang ada yang ganggu adnan sama arraya wkwk

Part berikutnya mau yang manis apa yang pahit nih??

Jangan lupa vote dan komen untuk part berikutnya 🥀

🥀 Jazakumullah ya Khair 🥀

TAMAT : 17 MEI 2020

REVISI : 31 AGUSTUS 2020

Komentar