8. Cerita yang manis

"Islam memuliakan seorang wanita sebagai istri, dan mewasiatkan serta memerintahkan kepada para suami agar baik kepada mereka dan mempergauli mereka secara ihsan penuh kebaikan, sebagaimana diberitakan bahwa bagi para istri ada hak-hak yang harus dipenuhi layaknya hak seorang suami hanya saja ada kelebihan yang harus ditunaikan oleh istri yaitu satu tingkat di atasnya, karena tanggungjawabnya dalam memberikan nafkah dan kepemimpinannya dalam urusan rumah tangga. Dijelaskan bahwa sebaik-baik kaum muslimin adalah yang paling bisa memuliakan istrinya dalam iteraksi kehidupan rumah tangga. Para Ulama Lajnah Ad Daaimah Lilifta di Saudi Arabiah mengungkapkan: "Syariat Islam telah datang dengan memuliakan kaum wanita dan mengangkat derajat urusan mereka, dan memberikan tempat yang layak bagi mereka, sebagai pemeliharaan dan penjagaan bagi mereka sebab kemuliaan mereka. Maka syariat mewajibkan atas wali dan suami mereka agar menafkahinya, dan menanggung kelayakannya secara baik, menjaga setiap urusannya, dan mempergauli mereka dengan pergaulan yang baik."
(Fatawa Al Lajnah Ad Daaimah - al majmu'ah al ula -,17/6. Sebagai tambahan, lihat jawaban soal no.70042 dan jawaban soal no. 40405)

🍁🍁🍁

"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (QS An Nisaa: 34)

-Cinta Dalam Luka-

🍁🍁🍁

Tiga bulan umur pernikahan mereka. Rasa cinta tumbuh subur dihati Khalisa. Bagaimana dengan hati Alif? Sungguh tak ada yang tahu kebenarannya selain sang pemilik hati dan Allah.

Malam itu Khalisa menatap resah ke jam dinding. Orang yang ditunggu tak kunjung datang jarum jam menunjukukkan pukul 00.15 dini hari, sudah berganti hari rupanya. Makanan yang ia sajikan penuh cinta sudah dingin, wajah wanita itu sangat resah, takut terjadi sesuatu kepada kekasih halalnya. Berulangkali Khalisa menelpon namun tak pernah terhubung berulangkali ia mengirimkan pesan namun tak kunjung dibalas.

Wanita itu duduk disofa, sesekali menoleh kearah pintu yang masih tertutup rapat berharap sang suami ada diambang pintu dengan tersenyum manis menyapanya, namun hal yang dinanti tak kunjung datang membuat wanita itu resah. Perutnya sudah sangat lapar namun dia enggan untuk makan sebelum sang suami datang dan makan bersama, matanya sudah mulai mengatuk namun ia enggan terlelap sebelum sang suami datang tersenyum menyapanya memberikan sholawat-sholawat sebelum tidur yang menenangkan hati.

Semakin resah hati Khalisa saat jam dinding berada dijarum angka satu. Takut terjadi yang tak meenakan dengan suaminya. Kemana suaminya? Apa yang terjadi?

"Ya Rabb lindungilah selalu suamiku dimana dia berada. Jauhkan dia dari hal yang membuatku dan dia terluka." Ucap Khalisa getir.

Bibirnya terus saja mengucapkan asma Allah, tak henti ia berdoa memohon segala kebaikan kepada Allah. Hatinya sangat resah, matanya tak pernah lepas dari pintu, takut melewatkan sesuatu.

"Ya Allah....."

"Ya Allah lindungilah suamiku, hamba mohon." Sorot mata Khalisa meredup. Lalu gumpalan mendung yang sejak tadi bergayut diwajah wanita itu memecah hujan. Cukup deras, setiap tetes begitu menyayat relung hatinya.

Tepat di jam dua, Alif membuka pintu saat sang istri tak dapat lagi menyambut kedatangannya. Khalisa tertidur disofa, tidur yang mungkin akan disesalinya saat bangun nanti. Pria itu berjalan gontai pikirannya berkecamuk kegundahan, pria itu terlihat sangat frustasi wajahnya kusut tak ada senyuman diwajahnya.

Alif terduduk tepat disamping Khalisa, wanita yang telah menjadi istrinya. Lekat Alif menatap wajah Khalisa yang tertidur sangat pulas. Tertunduk wajah Alif, buliran air mata menetes.

"Maafkan aku." Alif berkata lemah.

"Seberapa lama kamu menungguku?"

"Kamu istri yang sangat sholehah." Alif terdiam cukup lama menatap wajah tenang milik sang istri. Satu kecupan mendarat dikening Khalisa cukup lama ia mengecup kening Khalisa air mata menetes disana.

Pelan ia mengangkat tubuh Khalisa, takut membangunkan. Membawa tubuh mungil itu diatas tempat tidur, pelan menindurkannya kembali.

Alif duduk disamping Khalisa tangannya terulur mengusap pucuk kepala Khalisa berbisik pelan. "Maafkan aku."

*****

Alif terkekeh melihat tingkah lucu Khalisa, rasanya menggemaskan. Tangan jahil Alif tak kenal diam, ia terus saja menggoda Khalisa, mengecup kening Khalisa berulang kali, mencubit pipi Khalisa, memecet hidung Khalisa sampai memerah.

Ngghhh...

Gadis itu mulai mengerang merasa terusik namun masih tak sadar tetap memejamkan matanya sesekali memalingkan wajahnya. Membuat Alif terkekeh dibuatnya, semakin ingin menggoda istrinya itu.

"Bangunlah sayang, sudah subuh." Ucap Alif pelan menggoyangkan tubuh Khalisa.

Nyatanya istrinya sangat susah untuk dibangunkan, berulangkali Alif mengganggu Khalisa agar terbangun dari tidurnya.

"Sayang, bangun." Lembut Alif.

Khalisa mengerjapkan matanya mengumpulkan nyawanya. Khalisa langsung terbangun, matanya membulat sempurna menatap Alif tak percaya, lalu matanya kembali mendung langsung berhambur memeluk Alif menangis disana.

Alif membalas pelukan itu dengan senang hati. "Jangan menangis." Ucap Alif lembut membelai puncuk kepala Khalisa semakin meeratkan pelukan saat merasakan tubuh Khalisa yang masih bergetar.

"Aku takut sesuatu yang buruk terjadi denganmu." Khalisa menyeka air matanya.

Alif tersenyum melihatnya. "Maaf, membuat kamu khawatir sayang."

"Mas, kapan pulang?" tanya Khalisa.

"Saat kamu tertidur sayang."

Khalisa menunduk. "Maafkan aku, Mas. Aku tertidur. Aku tidak menyambut kamu datang." Sesal Khalisa.

Alif menangkup kedua belah pipi Khalisa menatap penuh kasih sayang. "Kamu istri sholehah, istri terbaik untukku. Aku yakin kamu pasti sangat letih mengurus rumah seharian, aku yakin kamu pasti sudah menungguku sangat lama. Akulah yang seharusnya meminta maaf. Maafkan aku telah membuatmu khawatir menungguku."

Khalisa menangis disana dengan cepat Alif menghapus. "Jangan menangis, sayang."

Khalisa mengangguk pelan, tersenyum disana, Alif ikut tersenyum.

"Bergegaslah berwudhu, sebentar lagi Allah memanggil kita."

Khalisa mengangguk.

"Aku pamit dulu ke mesjid, Assalamualaikum." Pamit Alif mengucup kening Khalisa. Khalisa menyalimi Alif dengan takjim.

"Waalaikumsalam, fii amanillah Mas."

*****

Kedua kening menyatu berkerut bingung. Dari mana Qur'an ini berasal. Pertanyaan itu terus saja mengahatui pikiran Aisyah. Membuatnya tak konsen dalam belajar. Alice telah menegurnya namun tetap saja, Aisyah tak bisa berhenti berpikir.

"Kamu kenapa?"

Aisyah menggeleng pelan.

"Lantas?"

"Aku hanya bingung, ada orang yang memberiku hadiah Alice. Namun tak ada nama pengirimnya."

"Mungkin dia adalah penggemar rahasia kamu. Meski kamu berpakaian yang berbeda dari yang lain, tapi orang yang seagama denganmu pasti suka sama kamu. Mungkin dikampus kita sekarang ada laki-laki yang beragama sama sepertimu selain Fathur."

Aisyah hanya tersenyum tipis. Dia masih bingung. Rasanya tidak mungkin ada orang yang jatuh cinta dengannya.

Satu pesan masuk dari ponsel Aisyah.

Assalamualaikum Aisyah. Ijinkan aku menyampaikan itikad baikku.

Aisyah terkejut menatapnya. Pesan itu datang dari Fathur.

Waalaikumsallam Mas. Itikad baik? Maksud Mas Fathur apa?

Saya berniat menyempurnakan agama saya bersamamu. Jika berkenan ijinkan saya melamarmu, Aisyah.

"Masya Allah." Aisyah beristighfar terus-menerus didalam hati. Benarkah ini? Dia sedang dilamar? Aisyah terkejut bukan main membaca pesan itu. Bagaimana bisa seorang Fathur bisa jatuh cinta dengannya? Saat banyak wanita diluar sana yang agamanya jauh lebih baik dibandingkan dirinya yang siap untuk dilamar oleh Fathur. Sungguh Fathur adalah pria yang sholeh, akhlaknya sangat bagus, wajahnya bercahaya sangat tampan. Aisyah menganggumi itu. Apa alasan Fathur memilih dirinya sebagai seorang istri? Wanita yang baru saja menjemput hidayah, baru berhijrah.

*****

Semenjak dari pagi tadi, hati Khalisa sangat dalam keadaan baik. Terlebih lagi hari ini Alif tidak bekerja. Jelaslah Khalisa senang mendengar itu, berarti tandanya Khalisa bisa bermanjaan sepanjang hari bersama suaminya.

Alif meggelengkan kepalanya, menatap tingkah kekanakan dari sang istri. Bagaimana tidak dengan sangat apik Khalisa membuat list kepergian mereka seharian. Yang diberi judul oleh Khalisa sendiri.

'List pergi bersama kekasih halal'
1. Berkunjung kerumah Ayah dan Bunda
2. Berkunjung kerumah Mama dan Papa
3. Jalan-jalan ke taman
4. Menatap senja bersama kekasih ditepi danau
5. Makan malam diluar (pecel lele)
6. Ke pasar malam
7. Menatap bintang dan bulan bersama (jika ada)
8. Pulang

Alif terkekeh membacanya, istrinya sangat bersemangat. Terbukti saat Khalisa sudah jauh lebih siap dibanding dirinya sendiri.

"Kamu yakin, ini semua bisa terlaksana?" tanya Alif ragu.

Khalisa tersenyum mengangguk pasti. "Sangat yakin. Seratus persen."

"Maka dari itu untuk menyingkat waktu sesingkat-singkatnya, kita tak boleh membuang waktu, Mas. Kita harus segera pergi, sayang." Ucap Khalisa begitu semangat. Tanpa sadar ia mengucapkan kata sayang.

Alif mengulum senyumnya, menyadari hal itu. "Sayang? Kamu bilang sayang ke Mas, dik Ica?" Goda Alif.

Khalisa terdiam.

Alif tersenyum melangkah lebih dekat kearah Khalisa lalu mendaratkan sebuah kecupan dipipi kanan gadis itu. Wanita itu terpaku jelas sangat terkejut, Khalisa menutup wajahnya malu. Pipinya bersemu merah.

"Ayo. Katanya harus menyingkat waktu sesingkat-singkatnya kok malah bengong sih." Ucap Alif lembut di ambang pintu.

*****

Selepas pulang dari rumah orang tua mereka, akhirnya perlahan list yang dibuat Khalisa terlaksana. Gadis itu tampak bahagia diajak ketaman, sudah lama kiranya Khalisa tidak ke taman, terakhir ketaman ia bersama keluarganya dan sekarang dia ketaman bersama kekasih halalnya. Sesekali dengan lembut Alif menegur Khalisa agar berhati-hati. Namun sepertinya hal itu tak akan didengar oleh Khalisa dengan baik, karena sekarang gadis itu lebih persis seperti gadis kecil. Sangat menggemaskan. Satu foto yang membuat Khalisa tersipu diambil. Karena itu foto pertama dia bersama suaminya.

Tepat pukul 17.30 disebuah danau kini mereka berada. Mata Khalisa berbinar memandang takjub apa yang ia lihat sekarang, senja yang dirindukan ternyata menampakkan diri. Tak henti-hentinya Khalisa memuji mengagungkan nama Allah atas apa yang ia lihat. Alif begitu senang melihat Khalisa yang tersenyum penuh kecerian setidaknya ini bisa menebus kesalahanya yang semalam, meski pria itu tahu kesaahannya takkan mungkin bisa dimaafkan jika Khalisa tahu. Alif hanya diam sesekali tersenyum membalas apa yang diceritakan Khalisa, gadis itu benar-benar bersemangat.

"Masya Allah, danau nya sangat indah ya Mas."

"Iya sayang. Aku jadi ingat QS.Al A'raaf, 7:54, tentang Allah yang begitu agung. "

"Sesungguhnya Tuhan kamu adalah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan, dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha-suci Allah Tuhan semesta alam." (QS. Al A'raaf, 7:54)" Alif membacakan arti dari ayat itu. Khalisa tersenyum hangat menatap takjub.

"Masya Allah. Allah sungguh hebat, Mas."

Selepas dari danau mereka berniat singgah ke masjid untuk mendirikan sholat. Selesai sholat maka list dari Khalisa pun segera dilaksanakan lagi, sebelum pergi kepasar malam, Khalisa dan Alif singgah sebentar untuk mengisi perut, dua porsi ikan lele terhidang membuat Khalisa sangat tergiur untuk memakan Alif memandang dengan gemas.

Pasar malam akhirnya terwujud. Beberapa wahana mereka naikki, termasuk permainan bianglala. Tak ada rasa takut dihati Khalisa menaikki itu malah ia semakin senang, malah Alif yang takut, khawatir Khalisa akan terjatuh jika bergerak terus.

"Dari atas sini rumah kita ketahuan gak ya, Mas?" tanya Khalisa melihat beberapa bangunan yang terlihat indah jika dipandang dari atas.

"Nggak sayang, kan rumah kita jauh."

"Mas ngayal yaa, rumah kita itu deket Mas."

"Jauh sayang."

"Kenapa bilang jauh sih, Mas? Kan deket."

Alif tersenyum mengusap pucuk kepala Khalisa memandang dengan lembut. "Rumah kita itu jauh sayang. Rumah yang kita tempati sekarang ini hanya sementara, rumah kita kelak bukan disini tapi diakhirat istana surga milik Allah."

Khalisa diam terpaku lantas mengalihkan pandangannya kearah lain menyembunyikan rasa gugupnya. Suaminya sangat pandai merangkai kata-kata.

Selepas dari pasar malam maka list terakhir terpunuhi malam itu. Mereka berdua kembali duduk ditaman, menatap langit yang begitu terang dihiasi bintang dan bulan malam itu. Sesuai permintaan Khalisa. Jelas gadis itu senang bukan main.

Komentar