12. Purnama Yang Pergi

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan perempuan; dan bertakwalah kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya, terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas atas kamu.”
(QS An Nisa : 1)

🍁🍁🍁

"Manusia terlalu dihantui oleh kemungkinan-kemungkinan yang hanya menerka. Rasa ragu dan takut, membuat seseorang tak berani mengatakan kejujuran, bahwa ia jatuh cinta. Jadilah ia memilih jalur cinta dalam diam. Hanya dua pilihan dibersamakan atau berakhir mengikhlaskan."

-Cinta Dalam Luka-

🍁🍁🍁

Kaki itu melangkah pelan, menyelusup memperhatikan. Lihatlah disana seorang Purnama duduk terdiam dengan begitu rupawan memegang Al-Qur'an. Matanya terkunci tertutup mendengarkan begitu tenang. Lantunan ayat suci yang begitu indah. Laki-laki itu terpesona. Sekiranya sudah tiga bulan ia selalu memperhatikan. Dari apa saja gadis itu suka, sampai tidak suka. Gadis itu suka menulis, suka tersenyum, suka bergurau, suka menunduk, suka tersipu, dan juga suka memasak. Kue bolu pandan menjadi makanan favorit laki-laki itu, karena gadis itu menyukainya. Kue itu adalah kue terlezat yang pernah ia makan. Namun gadis itu tidak suka dengan kucing, kata temannya waktu kecil ia pernah memiliki peristiwa yang tidak menyenangkan terhadap kucing yang membuat gadis itu fobia kucing.

"Kalo suka halalin aja." Seseorang berbisik ditelinga kanan pria itu.

Adam langsung terdiam. Mencoba menghilangkan segala kegugupan yang ada. Berulang kali pemuda itu mengatur napas tak karuan. Gugup yang tak pernah terkendalikan, bukan karena perkataan yang dikatakan orang itu, melainkan karena purnamanya tersenyum manis menyapanya sebelum berlalu pergi.

Orang yang ada disamping laki-laki itu tersenyum simpul. Memperhatikan. Sahabatnya benar-benar jatuh cinta. Sangat tak bisa dipungkiri lagi. Lihatlah warna merah di pipi pria itu, sudah dapat disimpulkan, bukan? Adam jatuh cinta pada Khalisa. Danu tahu semua itu.

"Adam!" Danu menyadarkan lamunan pria yang sedang dimabuk cinta itu.

"Astaghfirullah hal adzim...." Adam mengusap wajahnya gelisah.

Ia menginginkan gadis itu menjadi miliknya. Namun ia selalu takut untuk mengungkapkan. Mungkin inilah alasan kenapa cinta dihati Adam tidak ada perkembangan. Tentang bagaimana perasaan gadis itu padanya. Ia tidak tahu. Yang ia tahu semenjak malam itu setidaknya mereka berdua selau tegur sapa meski hanya lewat senyuman. Dan semenjak itu juga pohon cinta di hati Adam sangat berkembang semakin membesar.

***

Angin bertiup sangat pelan. Malam yang sangat panjang sampai-sampai tidak bisa membuat pemuda itu tertidur. Sudah satu jam ia nyaman memandang rembulan. Bayangannya terhadap gadis itu membuat pemuda bernama Adam tidak henti-hentinya memikirkan, meski sudah mencoba untuk melupakan. Sepotong kue bolu pandan menemani malam indahnya.

Adam tersenyum menatap kue itu. Kue pemberian dari Puranamanya. Bagaimana bisa ia tega menghabiskannya. Menghabiskan kue itu sama saja kehilangan jejak purnamanya ditempat sekarang ia memandang rembulan. Senyuman yang menakjubkan itu terus membungkus hati pemuda itu untuk semakin jatuh cinta. Bukan cinta biasa. Ini cinta luar biasa melebihi cinta pertamanya dulu.

Kini Adam hanya bisa resah dalam keresahan. Selalu gagal dalam merangkai kalimat menakjubkan hanya untuk menyatakan cinta. Bibirnya rasanya kelu untuk mengungkapkan. Bagaimana bisa mengatakan? Jika berdialog melalui mata saja ia hampir jantungan. Kini sempurna, malam-malam yang dimiliki Adam selalu terhias wajah purnamanya, gadis impian.

"Kue bolu milik siapa ini?" Adam bertanya dengan antusias.

Gadis diujung sana menunduk mengangkat tangan. "Saya..." Berkata pelan.

Adam menoleh ke sumber suara. Terdiam sesaat.

"Apa kamu yang membuatnya?" Adam kembali bertanya.

Gadis itu tidak berkata, hanya mengangguk lantas tersenyum. Bola mata hitam yang dimiliki gadis itu sangat indah. Adam terpesona lagi.

"Ini kue terenak yang pernah kumakan. Kamu sangat jago memasak."

Merona pipi gadis itu. Tersenyum malu.

"Khalisa, aku menyukai kue mu." Adam tersenyum setelah mengatakannya lalu berlalu pergi. Hatinya sejak dari tadi sudah berdebar.

Sedangkan didapur gadis itu tersenyum malu mendengar pujian pria yang baru saja melangkah pergi, tambah lagi gadis itu terus saja digoda oleh teman-temannya. Semakin bersemu merahlah pipi gadis itu.

"Ciee Khalisa. Sekarang sama Mas Adam yaa." Temannya yang disamping menggoda menyenggol bahunya pelan.

Itulah pertama kali ia memakan kue bolu pandan yang sangat lezat buatan purnamanya. Semenjak pujian itu, setiap seminggu sekali gadis itu selalu membuat kue bolu pandan disisihkannya secara terpisah untuk diberikan kepada pria yang memujinya waktu itu. Adam. Tambahlah Adam semakin berharap dan jatuh cinta.

Karena itu, Adam semakin rajin membuat puisi. Puisi-puisi cinta. Sudah banyak puisi yang ia buat namun tak pernah sampai kepada purnamanya. Rasa takut dan ragu terus menghantui dirinya.

***

Setiap detik setiap harinya selalu dimakan waktu. Tiga tahu berlalu. Begitulah kisah cinta dalam diam Adam, kalian bisa menerkanya. Tak ada keberanian didalam diri Adam untuk meminang gadis itu, sampai akhirnya gadis itu pamit pergi menimba ilmu dipesantren keluarganya. Sejauh apapun, jika memang jodoh, mau bagaimanapun pasti akan dibersamakan lagi dengan cara yang mengagumkan. Adam selalu meyakini kalimat itu. Adam siap lahir batin jika memang harus meminang purnamanya hari itu juga. Pria itu hanya takut, ia tidak mampu membuat bahgia purnamanya, pria itu tidak ingin purnamanya murung, apalagi menangis, Adam ingin pernikahannya dengan purnamanya nanti berlangsung dengan indah, mungkin suatu saat nanti. Hari dimana Adam mempunyai cukup keberanian untuk mengkhitbah purnamanya, Khalisa.

Pria itu terlalu takut akan sebuah jawaban penolakan, itulah sebabnya kalimat cinta yang sederhana sungguh sangat berat diucapkan Adam. Baginya hidup satu kali, mati sekali, maka jatuh cinta juga harus sekali. Prinsip pria itu setelah beberapa tahun.

Purnamanya telah pergi...

Kini pria itu memandang sendu duduk dibawah pohon mangga menatap danau. Sepi. Gemilang air danau takkan bisa mengalahkan indahnya bola mata purnamanya. Pesantren menjadi sepi semenjak hari perpisahan angkatan Khalisa, purnamanya. Sudah tidak ada lagi senyum indah yang mampu membuat jantung pria itu berdebar, tidak akan ada lagi canda gurau, tawa yang manis dari gadis itu, dan tidak akan ada lagi kue bolu pandan disetiap minggunya.

Baru satu minggu tidak melihat. Wajah pria itu sudah kusam, muram, kusut, seperti tidak terurus. Wajah menyenangkan dari pria itu sedikit memudar tak lagi sehebat dulu. Puisi-puisi indah pun juga tertahan. Sempurna. Pria itu kehilangan separuh semangatnya.

"Sudah kubilang, sebelum pergi, pinang dia." Danu duduk disamping Adam.

Adam menoleh tersenyum masam.

"Jika aku mempunyai keberanian seperti aku dulu, sudah lama aku menyatakan cinta ini ke dia. Tak usah menjadi orang bodoh dengan menyiksa diri seperti ini mencintai dalam diam selama bertahun-tahun."

"Rasa takut. Itu yang membuat kamu tidak pernah maju. Kamu bahkan menyerah sebelum kamu tahu bagaimana akhirnya. Kamu sudah tidak percaya diri padahal kamu belum menyatakan cinta. Dam, sifat wanita menunggu. Apa kamu berharap Khalisa seperti Bunda Khadijah?"

Adam mengacak rambutnya frustasi.

"Aku belum siap untuk patah hati, Danu." Pria itu berkata lemah. Menatap langit yabg kian murung. Sebentar lagi akan hujan.

"Jika namanya memang tertera di lauhul mahfudz ku. Aku yakin aku dan dia akan dibersamakan dengan cara yang dicintai Allah."

"Jika bukan dia?" Danu bertanya ikut berdiri.

Adam tersenyum. "Maka dia bukan bidadariku. Dan inilah akhir terindah kedua dalam mencintai dalam diam, mengikhlaskan." Pria itu berkata tenang, meski jiwanya sedaritadi terus memberontak berteriak, Semoga tidak berakhir seperti itu.

Pria itu lupa, bahwa keraguan bisa membawa bencana, orang terkasih tidak selamanya ada. Seharusnya jika memang cinta tak perlu takut untuk berkata, karena memang pada dasarnya mengungkapkan jauh lebih baik daripada harus memberi kode yang tak pernah habisnya. Inilah letak akhir dari penyesalan cinta. Karena takut mengungkapkan membuat semuanya menjadi rumit, terluka sendiri, tersiksa sendiri. Padahal cinta tak pernah serumit itu. Cinta itu sederhana jika semuanya dipondasikan oleh agama. Jika memang suka seharusnya tak mengajak pacaran tapi mengajak kepernikahan. Hakikat cinta memang indah namun sayangnya seringkali disalah artikan, dari orang yang egois tak mau kalah.

Sebentar lagi. Hukuman karena terlalu takut. Akan terjadi pada pria itu. Yang semuanya takkan pernah bisa lagi diulang.

*****

Assalamualaikum. Setekah fakum karena kegiatan-kegiatan yang menyibukkan akhirnya 'Dear Imamku' kembali menyapa kalian semua. Semoga ceritanya tidak mengecewakan semoga bermanfaat juga. Terima kasih buat kalian semua yang mendukung ceritaku yang masih banyak kekurangannya.  Love You❤

Selamat Menjalankan Ibadah Puasa❤
Hari pertama😊

1 Ramadhan 1440H🌷

Komentar