48 | Kesungguhan

🥀 Surga Dalam Luka 🥀

Arraya berusaha bangkit duduk dan langsung meraba perutnya. Ia bahkan sampai lupa jika ia sedang mengandung 4 minggu. "Dia nggak papa, kan?" Arraya menatap Adnan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Adnan tak bisa menjawab. Ia hanya menunduk dengan bahu bergetar menahan tangis dalam diam.

"Mas?!" Arraya menyentuh dan mencengkeram lengan Adnan. Memohon penjelasan maksud ekspresi dan tangis Adnan padanya. Tidak, ia tidak butuh ditangisi. Ia hanya butuh sebuah jawaban.

"Mas! Mas Adnan!"

Adnan langsung menarik tubuh Arraya ke dalam dekapannya. Adnan memeluk tubuh istrinya dengan erat dan airmata yang tiada henti surut.

"Jawab aku, Mas..." lirih suara Arraya yang terdengar memilukan di telinganya. Arraya merasakan matanya memanas. Pelukan Adnan yang erat seolah secara otomatis meremukkan semua tulang tubuhnya, begitu pula hatinya.

"Ra, jangan menangis. Dengerin Mas dulu." Adnan masih berusaha memeluk tubuh istrinya, walaupun Arraya sudah memberontak tidak ingin.

"Pergi!!" bentak Arraya di dalam dekapan Adnan.

"Aku benci sama Mas! Mas jahat sama aku!"

Arraya terus memberontak untuk melepaskan diri dari Adnan. Ia tidak ingin melihat Adnan ataupun mendengar suaranya. Arraya ingin sendiri, ia butuh waktunya sendiri.

"Arraya, Sayang, kamu salah paham."

Jutaan air mata Arraya terlanjur berjatuhan. Ia sampai lelah sendiri karena menangis sambil melepaskan diri dari pelukan sang suami yang masih terus berusaha memeluknya dengan erat.

"Kamu dan bayinya selamat, Sayang. Kamu dan bayi kita baik-baik aja ..."

Adnan semakin mengeratkan pelukannya begitu merasa tubuh Arraya sudah lemas tak bertenaga di dalam pelukannya. Kini hanya tinggal isakan dari Arraya yang masih terdengar memilukan di telinganya.

"Terima kasih sudah mau bertahan, Ra. Terima kasih sudah mau bertahan untuk bayi yang ada di dalam perut kamu." Adnan merasa tangan Arraya menarik lengan kemejanya dan meremasnya. Istrinya itu menangis lebih kencang dengan bersandar di lengannya.

"Aku takut ... " lirih Arraya pelan.

Adnan semakin tak ingin melonggarkan pelukannya. Sesekali ia mengecup puncak kepala Arraya. Jangankan Arraya, Adnan bahkan sudah merasa takut sampai rasanya mau mati. Jika salah satu dari Arraya atau calon bayinya ada yang tidak selamat, mungkin ia akan terus dihantui perasaan bersalah.

🥀🥀🥀

Adnan menunggu di luar ruang rawat Arraya karena istrinya itu sedang diperiksa kembali oleh dokter. Tadi, saat menangis Raya sempat mengeluh sakit di bagian perutnya. Adnan yang panik langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaannya.

"Nggak papa, Adnan. Raya nggak papa. Kamu jangan terlalu khawatir."

Begitu suara mertuanya terdengar, Adnan menolehkan kepalanya perlahan. Ia menunduk menyesal untuk yang ke sekian kalinya. Ia juga sudah menceritakan semua hal tentang rumah tangganya dengan Arraya yang saat ini sedang mengalami sedikit masalah. Adam dan Maya tentu saja merasa sedih dan menyesal mendengar semua penjelasan Adnan. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Keduanya bisa mengerti sikap yang diambil Adnan maupun sikap putri mereka yang pergi begitu saja karena sudah terlanjur merasa sakit hati.

"Maafin aku, Pa. Aku nggak bisa jaga Raya dengan baik."

Adam menggelengkan kepalanya. Tangannya menepuk beberapa kali bahu menantunya. "Kamu sudah membawa istri kamu ke sini tepat waktu, Adnan. Kamu menyelamatkannya. Kamu menyelamatkan anak kamu."

Adnan hanya bisa menunduk dengan terus merasa bersalah. Tatapannya sesekali nanar pada Arraya yang sedang diperiksa oleh dokter dan perawat. Ia berharap sudah tidak ada lagi sesuatu yang membuatnya khawatir atau takut. Ia berharap semuanya akan kembali membaik.

Sementara itu, di dalam ruangan, Arraya masih terjaga menatap sekitarnya. Ia membiarkan dokter memeriksa dirinya. Jantungnya berdegup cepat, menunggu hasil dokter dan perawat yang memeriksa dirinya dan juga sang bayi yang masih ada di dalam perutnya.

"Dok, bagaimana keadaan bayinya?" bertanya satu kalimat saja sudah membuat aliran darah Raya berdesir hebat.

Hatinya yang semula merasa takut menjadi sedikit merasa lega, begitu melihat senyum sang dokter saat menatapnya.

"Beruntungnya, Ibu tak mengalami benturan yang keras, sehingga yang Ibu alami hanya keram perut saja. Tapi jangan khawatir, karena sekarang keadaannya sudah jauh lebih membaik. Ibu tidak boleh tegang dan banyak pikiran."

"Benarkah, Dok?" Mata Raya terasa menghangat, begitu pula hatinya yang ikut menghangat setelah mendapat kabar bahagia tersebut.

Dokter wanita tersebut tersenyum sambil mengangguk pada Arraya. "Ibu istirahatlah yang cukup, banyak makan buah dan sayur. Bayi Ibu akan tumbuh sehat dan kuat jika ibunya juga sehat dan kuat."

"Makasih ya, Dok."

"Dengan senang hati," ujar sang dokter. "Saya permisi ya Ibu."

Arraya tersenyum mempersilakan dokter wanita tersebut.

"Sus?" Arraya menahan lengan suster yang baru saja ingin beranjak pergi.

"Iya Bu, ada yang bisa saya bantu?"

"Boleh saya tahu siapa yang bawa saya ke sini?"

"Yang bawa Ibu ke sini? Tentu saja suami Ibu. UGD sampai ramai sekali karena suami Ibu yang tidak bisa menahan tangisnya karena terlalu mengkhawatirkan kondisi Ibu. Pasti bahagia sekali punya suami yang begitu mencintai dan mengkhawatirkan kondisi Ibu dan jabang bayi."

Raya hanya diam tak merespon hingga suster tersebut pergi dari hadapannya. Terdengar suara Adnan yang ternyata sedang bicara dengan dokter dan perawat di ambang pintu, Arraya menolehkan kepalanya.

"Terima kasih banyak, Dok. Terima kasih." Adnan menurunkan kepalanya dan terus mengucapkan terima kasih secara terus menerus.

Arraya diam dengan menatap pemandangan itu. Tangan kanannya meraba pelan perutnya. "UGD sampai ramai sekali karena suami Ibu yang tidak bisa menahan tangisnya karena terlalu mengkhawatirkan kondisi Ibu. Pasti bahagia sekali punya suami yang begitu mencintai dan mengkhawatirkan kondisi Ibu dan jabang bayi."

Arraya jadi ingat saat sebelumnya Adnan ada di sampingnya. Suaminya itu sampai ketiduran saat ia terbangun. Dan Arraya bisa lihat jika Adnan memang tampak banyak menangis. "Terima kasih sudah mau bertahan, Ra. Terima kasih sudah mau bertahan untuk bayi yang ada di dalam perut kamu."

Arraya langsung mengalihkan wajahnya begitu melihat mata Adnan yang saat ini menatapnya dari ambang pintu. Adnan mendekati ranjang istrinya dengan langkah perlahan.

"Sayang, gimana perutnya? Udah mendingan?" Tangannya terulur untuk menggenggam tangan Arraya yang berada di atas perut.

Melihat Arraya yang dengan sengaja memalingkan wajahnya ke jendela tentu saja membuat Adnan sedih. Padahal ia sudah sangat begitu mengkhawatirkan perempuan itu.

"Sayang..." Adnan tanpa ragu mendekatkan wajahnya dan mengecup kening Raya beberapa saat. Ciumannya yang lembut itu juga bertahan dengan tangannya yang masih menggenggam tangan Arraya di atas perut. "Sekali lagi aku ucapin terima kasih," lirih Adnan.

Satu bulir air mata berhasil menetes dari sudut mata Arraya tanpa suara.

"Kamu makan ya? Aku suapin," tawar Adnan.

Raya menggelengkan kepalanya tanpa menoleh. Adnan hanya bisa menahan ngilu di dada atas sikap istrinya yang masih sangat enggan menatap wajahnya. Adnan maklum, ia memang sudah terlalu banyak salah dan banyak menyakiti Arraya.

"Kalau ibunya nahan lapar, gimana nanti sama yang di sini?" Adnan menyentuh permukaan perut Raya yang masih rata.

"Dia pasti sangat merasa lapar karena bundanya nggak mau makan dari kemarin."

Raya sontak menoleh. Dari mana Adnan tahu jika dari kemarin Raya belum sempat makan? Tatapan Adnan yang saat ini menatap Raya dengan lembut dan teduh justru membuat Raya menyesal karena telah menoleh. Karenanya, ia jadi sulit untuk memalingkan wajahnya lagi.

"Apa kamu tahu seberapa kangennya aku sama kamu? Apa kamu tahu seberapa tersiksanya aku kehilangan kamu? Apa kamu tahu seberapa menderitanya aku karena perasaan menyesal aku yang belum sempat kasih penjelasan apapun sama kamu sebelum kamu pergi?"

Adnan menepis air matanya. Ia tidak mau terlihat lemah lagi. Adnan menghela napas panjang dan memberikan seutas senyumnya pada sang istri. "Maaf ya, aku jadi baperan gini."

"Sekarang kamu makan dulu, ya? Kasihan loh dedek yang di perut kamu."

Arraya menganggukkan kepalanya tanpa sadar. Adnan mengembangkan senyumnya dengan lebar dan segera membantu istrinya untuk bangkit duduk.

Satu suapan bubur hambar berhasil masuk ke dalam tenggorokan Arraya. Matanya tak lepas menatap mata suaminya yang sejak tadi juga tak mengalihkan pandangannya.

Suapan demi suapan terus masuk ke dalam mulut Arraya. Sesekali Adnan membersihkan sisa bubur yang mengotori ujung bibir istrinya dengan ibu jari. Ah, bibir itu, entah sudah berapa lama Adnan tidak mencimnya. Bibir merah muda yang selalu tidak pernah membuatnya tahan untuk tidak menciumnya.

"Udah."

"Udah?" ulang Adnan. "Tapi buburnya masih setengah," lanjut Adnan dengan maksud meminta Arraya agar makan lebih banyak lagi.

"Mual."

"Ya udah, nih minum dulu." Begitu tangan Raya menggenggam gelas, tangan Adnan ikut melingkupinya. Membuat Raya yang sedang minum perlahan ikut melirikkan matanya ke arah Adnan.

Selesai mengisi perutnya, Arraya kembali diam dengan wajah yang ia buang ke arah jendela lagi. Masih enggan menatap wajah Adnan untuk waktu yang lama.

"Sayang ... " panggilan dari Adnan masih belum juga ditanggapi oleh Arraya.

Tanpa melepas genggamannya, Adnan berlutut di depan Arraya yang masih duduk di ranjang. Beberapa detik Adnan hanya diam di posisinya. Jemarinya yang mencoba menarik perhatian Arraya akhirnya berhasil. Arraya mau membalas tatapannya.

"Maaf ya ... Maafin, Mas."

"Mas mohon, kasih Mas kesempatan untuk membenahi semuanya dari awal lagi. Kasih Mas kesempatan untuk tebus semua kesalahan Mas ke kamu, Ra. Kasih Mas kesempatan untuk bisa selalu mencintai kamu dan hidup sama kamu."

Adnan menepis air matanya yang kembali menetes. Adnan benci dirinya saat ini yang begitu lemah dan mudah menangis.

"Mas mohon, kasih Mas kesempatan untuk menjelaskan semuanya dari awal ke kamu, Ra. Mas janji, akan Mas ceritakan kejadian yang sebenernya ke kamu, Ra."

🥀🥀🥀

Adnan masih membiarkan Arraya menangis di hadapannya. Ia juga menangis tadi, tapi tangisnya dengan mudah berakhir. Tak hentinya Adnan mengusap deraian air mata yang membuat wajah istrinya itu sembab dan memerah. Tangannya terus mengusap lembut punggung tangan Arraya. Ia juga terus meninggalkan jejak kecupan di kening Arraya tanpa bosan.

Adnan membiarkan Arraya mengeluarkan semua perasaan sedih yang sekiranya masih tertahan di dalam dada perempuan itu. Ini adalah kesempatan terakhir yang Adnan miliki untuk memperbaiki semuanya kembali dari awal. Adnan sudah menceritakan semuanya. Semuanya, bahkan dari awal pertengkaran ia dengan Afifah yang berujung maut untuk Alm. Luthfi, hingga permintaan konyol dari ibunya Afifah yang memaksanya melakukan kepura-puraan di depan Afifah, semuanya Adnan ceritakan pada Arraya.

Tidak ada lagi sesuatu yang Adnan sembunyikan. Ia tidak akan mengulangi kesalahan yang sama dan jatuh ke lubang yang sama. Kehilangan Arraya kemarin dan kemarin sudah sangat lebih dari cukup menyakiti hatinya.

"Arraya ..."

"Mas cinta sama kamu, Ra. Mas cinta kamu dan calon bayi kita. Kamu percaya sama Mas, kan?"

Alih-alih menjawab, Arraya masih sibuk menangis sendiri.

"Udah dong, Sayang, jangan nangis lagi. Mas nggak tega lihat kamu terus-terusan begini." Adnan mengusap kembali air mata yang tiada habisnya mengalir dari pelupuk mata Arraya.

"Mas .... "

"Ya?"

"Maaf," cicit Raya dengan kepala menunduk dalam.

"Nggak, Sayang. Kamu nggak perlu minta maaf. Semuanya salah Mas, Mas yang salah di sini. Mas yang tega ninggalin kamu di Raja Ampat lalu. Mas yang tega ninggalin kamu malam itu. Mas yang tega selalu pulang telat dengan mengarang berbagai alasan. Mas yang tega udah membiarkan kamu merasa sedih untuk waktu yang lama."

"Aku udah maafin Mas."

"Sungguh?"

Arraya menganggukkan kepalanya. Tangannya langsung membentang dan memeluk tubuh suaminya dengan begitu erat.

Adnan masih belum bisa percaya. Namun perasaannya saat ini sangatlah merasa lega, akhrinya ia bisa mendapat permintaan maaf dari istri tercintanya. Adnan memejamkan matanya, membalas pelukan Arraya dengan lebih erat. Ia sandarkan dagunya di atas puncak kepala Arraya yang masih diperban dengan hati-hati.

"Sekali lagi maaf, Sayang, dan terima kasih sudah mau memaafkan suami kamu yang masih sangat jauh dari kata sempurna ini."

Arraya ikut mengusap air mata yang membuat wajahnya sembab. Ia mendongakkan kepalanya dan melihat Adnan yang tersenyum begitu lebar menatap wajahnya.

Arraya langsung tersipu malu saat Adnan mencium ujung hidupnya tiba-tiba. Rasanya aneh, karena cukup lama mereka tidak saling melakukan kontak fisik, namun entah mengapa Arraya merasa senang dengan perlakuan suaminya barusan.

Tatapan Adnan menjadi lebih dalam pada Arraya. Tangan kirinya bergerak menyentuh tengkuk Arraya. Wajahnya menunduk turun sambil kedua matanya yang perlahan memejam. Adnan berhasil mendaratkan bibirnya pada bibir Arraya dengan sempurna.

Perlahan tapi pasti, Adnan menyalurkan rasa rindu dan cintanya yang sudah begitu menggebu di dalam dada. Ciumannya yang perlahan dan lembut itu langsung membuai Arraya. Keduanya sama-sama memejamkan mata dengan tak ada yang mau menjauhkan diri satu sama lain.

Sepuluh menit berlalu, Adnan baru melepaskan ciumannya yang malah berujung ciuman panas. Ia terlanjur tidak bisa menahan hasrat dirinya yang begitu menginginkan Arraya.

Saat keduanya sama-sama berebut oksigen karena kehabisan napas, Adnan terkekeh kecil. Telunjuknya menoel ujung hidung Arraya dengan genit, hingga ikut mengundang kekehan meluncur dari bibir Arraya. Namun Adnan cukup tenang, karena ia sudah berpesan pada keluarganya dan juga perawat agar memberikan waktu untuknya berdua dengan Arraya.

Malam ini, menjadi malam tenang bagi Adnan juga Arraya. Setelah kesalah pahaman yang membuatnya keduanya menjauh untuk sejenak, kini akhirnya Allah melapangkan hati keduanya untuk belajar meminta maaf dan memaafkan. Belajar jujur dan mendengarkan. Banyak pelajaran yang Adnan dan Arraya dapatkan atas semua peristiwa yang mereka alami. Itu semua justru yang akan menguatkan bahtera rumah tangga mereka. Karena mereka yakin, Allah Swt akan selalu mendengar doa setiap hamba-Nya yang bersungguh-sungguh. 

🥀🥀🥀

NEXT  or END ???

Silahkan kritik dan saran, tapi jangan lupa pakai bahasa yg sopan dan gak usah ngegas" ya zheyenk 😊😊

Jangan lupa vote dan komen, gak pernah bosen saya ingatkan ❤

NB : CERITA INI SEDANG DALAM MASA REVISI TOTAL. PERUBAHAN ALUR DAN PENYEMPURNAAN CERITA HANYA AKAN ADS DI VERSI NOVEL. JADI SILAKAN NABUNG DULU DARI SEKARANG, KARENA INSYAALLAH KALIAN TIDAK AKAN MENYESAL PELUK BUKU SDL ❤

TAMAT : 17 MEI 2020

REVISI : 12 OKTOBER 2020

Jazakumullah ya Khair ❤

Komentar