2. Gadis dalam mimpi
"Mimpi hanyalah ilusi didalam tubuh kita ketika tertidur, namun kadang ada beberapa mimpi yang menimbulkan teka-teki bahkan berkelanjutan kedalam kehidupan nyata. Lantas apa memimpikanmu, ada maksud yang ingin disampaikan tuhan?"
🍁🍁🍁
Kamu gadis dalam mimpi, kenapa hadir?
-Cinta Dalam Luka-
🍁🍁🍁
Alif nampak takjub mendengar lantunan surah Ar-Rahman di dalam mesjid, suaranya halus nan lembut, membuat hati seorang Alif terpikat, hasrat untuk melihat gadis itu begitu dalam, rasa penasaran menguasai dirinya.
Langkahnya terhenti tepat di depan pembatas antara laki-laki dan perempuan, tangannya sedikit gemetar untuk membuka sedikit gorden yang menjadi pembatas itu.
Matanya nampak terkejut melihat siapa gadis itu, hatinya seketika berdetak tak karuan, gadis itu adalah orang yang pernah ia temui secara tidak sengaja.
Subhannallah...
Alif tak mengerti kenapa wajah perempuan itu muncul dalam mimpinya, sedaritadi pertanyaan itu sungguh mengusik jiwa Alif, wajah perempuan itu pernah ia lihat sebulan yang lalu saat dia berada di teras mesjid mencari sendalnya hilang.
"Kenapa sih sedaritadi diperhatiin ngelamun aja?" Adam akhirnya bertanya.
Alif menatap Adam. "Pernah gak sih mimpiin seseorang yang tidak dikenal terus mimpi itu selalu terbayang-bayang?" Alif akhirnya mengeluarkan suaranya, dia bertanya, hatinya sangat gundah resah.
Adam tersenyum simpul. "Pernah."
"Mimpiin siapa?"
"Abang cinlok eh ternyata lupa bayar hutang makanya dihantuin terus lewat mimpi." Kekeh Adam, pria itu tertawa mendengar lawakannya sendiri, sedangkan Alif dia malah menatap tajam siap menikam.
Adam menghentikan tawanya kembali serius. "Emang mimpiin siapa? Sampai jadi kepikiran?"
Alif menghela nafas panjang. "Itu dia masalahnya. Aku juga bingung sama tuh mimpi, orang yang aku mimpiin itu gak dikenal, pernah sih satu kali ketemu tapi itu juga gak sengaja."
"Perempuan?"
Alif mengangguk lemah.
"Sholatlah anak muda. Urusan cinta yang tak halal memang bisa membuat orang yang tak kuat iman tergoda lalu terjebak kalah dari hasutan sang setan. Maka sebelum itu terjadi segeralah dirikan sholat mohon perlindungan."
Alif tersenyum. "Ya ampun semakin hari ternyata semakin pandai tak sia-sia aku mengajarkannya padamu yang sering tergoda dengan cewek cantik."
"Astaghfirullah. Sekarang aku berbeda tak seperti dulu lagi. Tak baik mengukit masa lalu orang, tuan Alif yang terhormat."
Alif semakin terkekeh. "Iya, kamu bukan Adam yang memiliki banyak mantan lagi, telah insaf dari playboy nya."
"Hei! Senakal-nakalnya aku dulu, aku gak pernah ciuman atau melakukan hubungan terlarang, pacaran ku waktu itu sehat." Ucap Adam melakukan pembelaan.
"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (Al-Isra ayat 32) Di ayat ini tertulis bahwa janganlah kita mendekati zina. Jangan mendekati zina itu berarti jangan pacaran, karena zina (baca: seks bebas) pasti dimulai dari pacaran. Pacaran itu kan identik dengan pegang-pegangan tangan, pelukan, bahkan ciuman dan ujung-ujungnya bisa jadi hamil di luar nikah. Naudzubillah. Zina itu sendiri terdiri atas beberapa jenis. Zina mata, zina tangan, zina kaki, zina telinga, zina mulut, zina hidung, zina kemaluan, dan zina hati." Alif membacakan hadist tentang larangan berpacaran. Menjelaskannnya panjang kali lebar.
"Meski tak pernah, itu sama aja pacaran dan hukumnya haram. Memangnya berpegangan tangan itu diperbolehkan, kan nggak. Jadi ya sesehat apapun kata kamu itu tetap saja menuju perjinahan dan jatuhnya haram. Allah tak menyukainya."
"Iya aku tau. Sudah sering aku dengar itu dari ceramah guru agama di SMA, orang tua, sampai tuan Alif sang bijaksana dalam cinta."
"Dari Ma'qil bin Yasar bin Nabi SAW, beliau bersabda, "Sesungguhnya ditusuknya kepala salah seorang dari kamu dengan jarum besi itu jauh lebih baik daripada ia menyentuh wanita yang tidak halal baginya." (HR. Thabrani dan Baihaqi)"
"Benarkan. Aku sudah tahu. Hadist nya bahkan telah kuhafal." Ucap Adam memberikan keyakinan. Alif tersenyum mendengarnya.
*****
Alif berada di dalam mesjid, beberapa surah telah ia baca untuk menghapus pikirannya tentang perempuan itu. Samar-samar Alif mendengar orang yang juga sama melantukan surah, yang bisa Alif ketahui itu adalah surah Ar-Rahman, ia mendengar orang itu melantunkannya penuh dengan kelembutan, namun ada isakan tangis di dalam bacaannya.
Alif ingin menghampiri orang itu, sekedar memberi sapu tangan kepada orang itu, namun urung saat ponselnya bergetar.
Alif keluar dari mesjid untuk mengangkat telponnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, Alif kamu ke kantor sekarang yaa, ada rapat mendadak. Aku gak bisa tanganin ini sendirian." Ucap Adam di sebrang sana.
"Iya, aku kesana bentar lagi, Assalamualaikum." Alif menutup telponnya, memasukkan kedalam saku celanannya.
Matahari bersembunyi dibalik awan hitam, hujan menyapa. Sangat deras sampai terdengar petir bersahutan. Untunglah saat dia ke masjid, ia membawa payung.
Langkah Alif terhenti, saat ia menatap seorang perempuan gelisah menunggu hujan reda. Entah dari dorongan apa namun Alif menghampiri perempuan itu.
"Pakailah." Ucap Alif menyodorkan sebuah payung.
Perempuan itu menoleh, menatap Alif bingung. "Maksud kamu?"
Alif diam sejenak. Memgalihkan pandangannya sejenak. "Ambilah payung ini, saya rasa kamu lebih membutuhkannya dibandingkan saya." Alif berucap berusaha tenang.
Perempuan itu mengambil payung milik Alif dengan ragu, gadis itu masih dalam keadaan kebingungannya.
"Saya duluan yaa, Assalamualaikum." pamit Alif, berlari menerobos hujan menuju mobilnya.
Perempuan yang menerima payung itu, diam termenung menatap bingung dengan rasa keheranannya. Bagaimana tidak, semudah itukah seorang memberikan sesuatu kepada orang yang tidak dikenal padahal sama membutuhkan. Apa dia pernah bertemu? Tapi dimana? melihat pria yang tidak ia kenali memberikan sebuah payung untuknya, membuatnya untuk berpikir lebih dalam dimana ia pernah berjumpa dengan pria itu.
*****
Pukul 17.00. Sore itu dikeramaian kota disebuah cafe, Alif dan Adam menikmati secangkir kopi. Pandangan Alif memandang luar kaca ramainya hilir mudik mobil berjalan, penjalan kaki berjalan dengan sedikit berhati-hati, jalanan yang basah itu alasan mereka.
Adam menghela nafas dan berdehem untuk kesekian kali, namun tak pernah dilirik oleh Alif. Pria itu mulai jengah dengan keadaan.
"Kenapa sih?" Adam mulai bertanya sedikit emosi yang mengikuti.
Alif akhirnya menatap Adam. "Mimpi itu jadi nyata."
Adam semakin tak mengerti. "Maksudnya?"
"Gadis itu benar ada dikehidupan nyata."
Nyaris saja, minuman itu terkeluar. Adam dengan cepat meneguknya. Kalimat konyol apa yang dikatakan Alif, pria itu hampir mati tersedak.
"Maksudnya gimana sih?"
"Aku bertemu gadis itu di mesjid, persis seperti satu bulan yang lalu aku melihatnya untuk pertama kalinya."
"Maksud kau Nayyara?"
Kali ini Alif yang tersedak dengan minumannya sendiri. Menatap Adam dengan terkejut.
"Ka-kamu masih ingat nama perempuan itu?"
"Emang kamu sudah lupa?"
"Nayyara." Pelan Alif mengucapkan kembali nama wanita itu, hampir saja ia melupakan nama wanita itu jika Adam tak mengingatkannya.
*****
"Assalamuailaikum, Khalisa pulang!" sapa Khalisa masuk kedalam rumah. Wajahnya yang selalu ceria tidak pergi sedikitpun.
"Waalaikumsalam, Khalisa!" pekik Khaila yang langsung memeluk adiknya itu. Khalisa yang menerima pelukkan itu membalasnya dengan rasa rindu yang mendalam.
"Mbak Aila!" girang Khalisa, "Khalisa kangenn."
"Gak pengen peluk Bunda juga?" ucap Ainun disamping Khaila sembari
tersenyum.
Khalisa melepaskan pelukkannya, ia menatap Ainun lantas tersenyum.
"Bunda, Khalisa kangen Bunda, Khalisa kangen masakan Bunda, di pesantren gak ada masakan yang seenak buatan Bunda." Ucap Khalisa memeluk Ainun.
Syakir yang melihat itu menggelengkan kepalanya, ia tersenyum menatap ketiga malaikatnya bahagia.
"Udah-udah, mending sekarang kita makan yuk." Jeda beberapa detik, "Bunda, sama Kakak kamu itu udah masakin masakan kesukaan kamu loh."
Khalisa menoleh ke arah Syakir, "pecel lele!" tebak Khalisa.
"Iyaaa, yuk kita makan." Ucap Ainun. Setelahnya mereka berempat pergi ke meja makan.
*****
Seorang pria ber jas hitam, nampak menatap kertas putih, dengan tatapan kosong. Pikirannya melayang entah kemana saat itu. Wajah gadis itu kini merajai pikirannya.
"Assalamualaikum." Panggil seorang menyadarkan lamunan Alif.
"Waalaikumsalam." Ucap Alif.
Mata Alif diam sejenak menatap orang itu dengan tatapan kebingungan, orang itu nampak melakukan perubahan.
"Aisyah?"
"Hai, Alif." Ucap orang itu duduk di sofa dengan santai.
"Kamu tumben berjilbab, ada pemotretan lagi?" tanya Alif membuka pembicaraan.
Asiyah adalah sahabat Alif dari kecil, Alif begitu menyayangi shabatnya itu, wanita itu telah berulangkali ia beritahu agar menutup auratnya, namun dengan kukuhnya Aisyah menolak. Jika Alif bertanya kenapa tidak menutup aurat, maka Aisyah dengan bangganya ia menjawab 'mungkin aku belum mendapatkan hidayah, aku juga belum siap, meninggalkan semuanya. Aku masih mau seperti ini menjadi model yang dikenal banyak orang. Aku belum siap jika harus memakai baju besar yang membuat aku terlihat gemuk, terlebih lagi memakai jilbab panjang seperti itu.' Alif selalu saja menerima jawaban itu. Padahal menutup aurat adalah perintah dari Allah.
Maka jika Aisyah memakai baju muslimah, maka hanya ada dua kemungkinan, pertama karna harus ikut pergi kepengajian dengan Ibunya dan kedua karna ada pemotretan dengan tema baju muslimah.
Aisyah tersenyum, perempuan itu menggeleng. "Aku akan gunakan jilbab ini, hari ini sampai seterusnya. Makasih yaa Lif."
Alif nampak terkejut mendengar jawaban Aisyah yang diluar dugaannya, ia bingung mendengar ucapan terima kasih yang tertuju kepadanya. Aisyah yang melihat itu mengerti akan maksud dari mimik wajah kebingungan yang ditampilkan Alif.
"Kamu telah menyadarkan aku, bahwa perempuan yang baik itu adalah menutup auratnya, menjaga mahkotanya. Aku sadar dulu aku sangat hina, buka lepas hijab semauku, padahal hijab adalah tanda seorang itu adalah muslim. Dulu aku seperti perempuan pada zaman jahiliyah, aku sangat buruk. Aku bahkan sempat ragu menggunakan jilbab ini. Terima kasih karna kamu aku bisa menemukan satu titik cahaya untuk dekat kepada Allah." Ucap Aisyah. Tanpa ia sadari air mata itu jatuh begitu saja.
Alif menghampiri Aisyah yang menangis, ia memberikan sapu tangannya kepada Aisyah.
Alif tersenyum duduk disebrang Aisyah, "kamu tau jilbab adalah mahkota bagi seorang muslimah, dan aurat tertutup adalah penyelamat untuk orang tua kita dari siksa api neraka. Maka berbanggalah karna kamu telah menemukan cahaya itu, banyak orang yang diluar sana masih tersesat dalam menemukan cahaya yang kamu miliki ini. Tinggalkan masa lalumu maka Allah akan meberikan masa depan untukmu." Ucap Alif, ia ikut bahagia melihat perubahan yang dilakukan Aisyah.
"Maaf ya Lif, dulu aku selalu menolak ajakan kamu. Aku tetap kukuh dengan keegoisanku." Ucap Aisyah dengan begitu menyesal.
Alif yang mendengar itu tersenyum, "semuanya ini, mungkin sudah menjadi jalan kamu. Terimalah dirimu yang baru sekarang."
"Tapi Alif, kadang aku masih takut, pekerjaanku akan hilang ketika aku memutuskan berjilbab." Ucap Aisyah menunduk.
Alif tersenyum, "Ada Allah. Allah tidak pernah meninggalkanmu. Bukankah Allah tidak pernah mengecewakan hambanya yang telah berharap kepadanya. Yakinlah jika kamu meninggalkan sesuatu karna Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan jauh lebih baik. Jadi jangan takut kehilangan, ada Allah yang akan senantiasa bersamamu." Ucap Alif tersenyum.
Aisyah yang mendengar itu tersenyum, "kamu benar. Ada Allah, seharusnya aku tidak ragu kepada Allah. Sekali lagi makasih yaa, Lif."
Alif mengangguk tersenyum. Aisyah adalah sahabat dari kecil Alif, Alif tau tentang kehidupan Aisyah yang menjadi wanita modeling yang kadang harus berpose memamerkan aurat. Saat Alif melihat sahabatnya kala itu hanya bisa berbicara lewat doa. Dan benar saja, hari ini Allah telah mengabulkan segala doa dan harapannya.
"Semoga kamu istiqomah yaa." Harap Alif.
"Amiinn. Yaudah kalo gitu aku pamit yaa, Assalamualaikum." Pamit Aisyah.
Alif tersenyum menatap sahabatnya itu penuh arti, "waalaikumsalam"
Masya Allah...
Manusia membutuhkan hidayah lebih dari kebutuhan mereka terhadap makan dan minum. Bahkan Allâh Subahnahu wa Ta'ala memerintahkan kaum Muslimin dalam shalatnya untuk senantiasa memohon hidayah kepada Allâh Azza wa Jalla sebanyak tujuh belas kali setiap harinya. Ini menunjukkan betapa pentingnya hidayah itu dalam hidup dan kehidupan manusia. Betapa pentingnya masalah hidayah, banyak manusia yang memohon dan mengharapkan hidayah menyapa dirinya. Tapi sayang, mereka tidak mau berusaha untuk menjalankan sebab-sebabnya. Hidayah tidak akan datang secara tiba-tiba dan gratis. Hidayah memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Tidak mungkin Allâh Subahnahu wa Ta'ala mengutus malaikat-Nya untuk menuntun tangan seorang hamba agar bergerak menuju masjid untuk menunaikan shalat berjamaah, kalau hamba tersebut bermalas-malasan ketika mendengar adzan dan tidak mau mengambil air wudhu. Tidak mungkin juga Allâh Azza wa Jalla mengutus malaikat-Nya untuk menarik tangan seorang hamba dari kemaksiatan dan kemungkaran, kalau hamba tersebut tidak berusaha menjauhinya. Benarlah ibarat yang sering kita dengar, "hidayah itu mahal". Ya, hidayah memang mahal. Ia tidak diberikan kepada orang-orang yang hanya bisa mengharap tanpa mau berusaha. Ia diberikan hanya kepada mereka yang mau bersungguh-sungguh mencarinya dan berusaha mendapatkannya. Allâh Subahnahu wa Ta'ala berfirman :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allâh beserta orang-orang yang berbuat baik. [Al-'Ankabût/29:69]
Tanpa disadari oleh Alif, tapi ia tersenyum ketika melihat perubahan dari sahabatnya itu. Allah sungguh baik.
Komentar
Posting Komentar